Selasa, 18 Agustus 2009

Bubur Ayam

Di tempat kerja, terdapat bagian yang salah satunya adalah menangani komplain pelanggan. Seringkali bagian tersebut menerima komplain dari pelanggan, mulai dari komplain biasa, sampai dengan komplain yang serius. Beberapa rekan yang baru bergabung di tempat tersebut beberapa kali dibuat shock oleh sikap dan kata-kata pelanggan, bahkan seringkali merasa tertekan bila menerima komplain pelanggan, terutama komplain serius. Beberapa rekan sampai merasa tertekan ketika dimarahi oleh pelanggan di telepon. Namun dengan berjalannya waktu, rekan-rekan di tempat tersebut mulai secara reguler menangani komplain pelanggan, sehingga sedikit demi sedikit persepsi terhadap pelanggan mulai berubah. Suatu pagi, seorang rekan memperoleh komplain pelanggan yang serius, di telepon, pelanggan menyampaikan komplainnya dengan marah-marah, rekan saya dengan serius menangani komplain tersebut dengan menyimak apa yang dikatakan oleh pelanggan. Setelah selesai menerima komplain, ia kemudian berbicara kepada yang lainnya “ Wah, pagi ini saya mendapat sarapan bubur ayam, saya menerima komplain serius dari pelanggan.” Ujarnya. Sontak yang lainnya pada tersenyum mendengar kata bubur ayam tersebut. Dan sejak itulah kata bubur ayam menjadi kata pengganti jika terdapat komplain pelanggan, baik itu komplain yang terjadi ketika di pagi hari, di siang hari, ataupun di sore hari. Setiap menerima komplain, rekan saya akan memberitahukan kepada yang lainnya bahwa ia menerima bubur ayam. Bila terdapat komplain yang serius ditambah pelanggan yang marah-marah serta meminta hal yang macam-macam, biasanya rekan saya akan bilang bahwa ia menerima bubur ayam special. Begitulah seterusnya, rekan-rekan di tempat tersebut dalam menerima komplain tidak lagi khawatir, selain telah terbiasa menangani komplain, juga suasananya dapat dicairkan dengan adanya percakapan mengenai bubur ayam. Dan bagaimanakah jika menerima komplain yang serius yang butuh penanganan ekstra, sehingga penanganan komplain tidak hanya dapat diselesaikan oleh seorang saja, semua tim di tempat tersebut akan berkata, “ Mari kita bersama-sama makan bubur ayam specialnya.” Kehidupan semakin indah dan mudah bila kita melihat dari sudut pandang yang lain.

Menghormati Dengan Memberi

Dari sejak dulu, entah kapan, setiap tamu yang datang ke rumah selalu ditawari bersantap bersama oleh Bapak, baik itu pada saat jam makan ataupun tidak. Ibu sendiri tidak keberatan dengan hal ini, namun kadang-kadang sebenarnya juga merepotkan, karena jika pas tidak ada makanan di dapur, Ibu sering pontang panting untuk menyiapkan makanan dengan memasak terlebih dahulu, biasanya dicari masakan yang sederhana, karena memang harus buru-buru. Di rumah, Bapak dan Ibu memang senang sekali mengajak tamunya bersantap bersama, walaupun mereka sendiri sebenarnya masih kenyang. Sepertinya ada kepuasan sendiri bagi Bapak dan Ibu ketika mereka dapat menghormati tamu dengan memberi sesuatu walaupun dengan cara sederhana. Azim Jamal dan Harvey McKinnon dalam bukunya Power of Giving, bertutur bahwa di Afghanistan, setiap kali Azim bertamu ke keluarga di sana, keluarga penghuni rumah akan menawarkan makanan terbaik mereka kepadanya. Azim tahu, bahwa orang-orang Afghanistan tidak punya cukup makanan untuk perut mereka sendiri, apalagi makanan ekstra untuk tamu. Akan tetapi sudah adat mereka menyuguhi mehman [tamu] di rumah mereka. Janganlah asal mengucapkan keinginan ketika bertamu di rumah orang Afghanistan, kata Agustinus, seorang backpacker Indonesia yang pernah merasakan penghormatan orang-orang Afghanistan, karena permintaan tamu adalah hal yang sangat penting bagi mereka untuk ditunaikan. Bagi orang Afghan, menerima serta melayani tamu bukanlah urusan main-main. Lain lagi di India Utara, Robin Sharma bertutur dalam Greatness Guide, bahwa di India Utara, tamu adalah ‘dewa’. Tamu diperlakukan dengan penuh hormat dan cinta. Tamu harus dipastikan dijamu dengan baik, meskipun berarti tuan rumah sendiri tidak makan. Mereka begitu bangga bila menghormati tamu dengan memberi apa yang mereka punya. Bagaimanakah dengan kita? apakah dalam hidup dan organisasi bisnis kita, tamu dihormati dan dihargai layaknya seperti ’dewa’ ? Mudah-mudahan hal tersebut merupakan salah satu hal yang menjadi budaya kita dalam hidup ini. Indahnya bila kita melayani dan menghormati tamu atau orang yang tidak kita kenal yang datang ke rumah kita. Indahnya bila setiap pelanggan yang datang ke tempat organisasi bisnis kita diperlakukan dengan hormat. Rasanya bila kita terapkan hal tersebut, hidup kita akan sangat bermakna.