Rabu, 07 Januari 2009

Riak Air

Akhirnya, setelah pukul 21.00 WIB air hujan tak turun barang setetes pun. Maka pulanglah diri ini menggunakan si Jalu, motor kesayangan. Katanya hujan dimulai kira-kira pukul 19.00 WIB, saya tidak mengetahuinya, waktu itu saya sedang berjibaku dalam permainan tenis meja di lantai satu kantor. Tak terdengar setetes pun air hujan turun. Di pukul 20.00 WIB ketika telah kelar berjibaku, pulanglah saya.Ternyata hujan masih turun, sehingga saya urungkan niat untuk pulang, menunggu awan tak sanggup meneteskan lagi airnya. Dan menunggulah saya. Pukul 21.00 WIB, saya keluar dari area kantor, langsung terkejut, sudah ada genangan air rupanya di depan kantor, kira-kira semata kaki lebih tingginya. Secepat inikah air berkumpul, hanya kira-kira tidak lebih dari dua jam hujan turun, air telah menampakkan kekuatannya. Berjalanlah si Jalu menembus genangan air dengan penuh riak di sana sini. Jalan tersendat. Sebelum pertigaan yang mengarah ke kantor pusat Astra, terdapat gerombolan orang-orang, terdapat beberapa orang polisi, beberapa orang ABRI, dan yang mengejutkan terdapat mobil pemadam kebakaran terparkir di kerumunan itu di pinggir halte bis sebelum belokan ke kantor pusat Astra. Di suasana udara dingin selepas hujan dan masih banyak genangan, mobil pemadam kebakaran menampakkan kegagahannya, sungguh aneh. Lewatlah saya di kerumunan itu, semua orang tertuju kepada parit yang ada di di pinggir dan di bawah halte. Airnya banyak dan meluap, karena hujan besar yang baru usai. Di pinggir kerumuman saya lihat ada seorang ibu yang sedang ditenangkan hatinya oleh seorang wanita muda. Ibu itu duduk bersimpuh di bawah tegel halte, menangis tersedu, memejamkan maja. Saya trenyuh melihatnya. Saya berhenti barang sejenak untuk bertanya, apakah gerangan yang terjadi? Saya Tanya pada seorang bapak yang kebetulan sedang melihat ke gerombalan yang sedang sibuk melihat ke arah parit yang luber airnya. “Ada apa Pak?” ujar saya, “Ada anak kecil tenggelam di parit kecil itu.” Ujarnya sambil menunjuk parit yang airnya. Serta merta hati ini langsung terpaku menatap ibu yang duduk bersimpuh lunglai di tegel itu. Akankah ia ditinggalkan oleh anaknya malam itu. Memang tak habis pikir, parit kecil itu dapat menghanyutkan seorang anak, namun apa daya jika air telah memperlihatkan kekuatannya. Tak kuasa melihat ibu itu, saya langsung teringat akan si kecil di rumah. “Ibu dede lagi apa?” ujarku, “Udah tidur kok, barusan,” istriku menyahut di HPku. Takdir selalu akan menemui kita di mana pun, kapan pun. ..

Tidak ada komentar: