Senin, 16 Juni 2008
"Turun"
Banyak inspirasi yang dapat diperoleh ketika kita akan menulis sesuatu. Membaca buku atau melihat di internet merupakan salah satu sumber inspirasi dalam menulis, namun memang biasanya pemikiran yang dihasilkan kurang terlalu orisinil. Sumber lainnya adalah dengan cara menemukan sesuatu melalui pencarian di lapangan atau di luar.
Saya sangat kesulitan dalam mencari topik yang ingin ditulis kalau hanya melalui buku atau sumber referensi lainnya. Nah, ternyata setelah di pikirkan kembali dengan matang, sumber inspirasi menulis adalah ketika sedang ada di luar, ketika dalam perjalanan, ketika sedang main, ketika sedang shopping, pokoknya ketika sedang di luar. Sementara saat ini, aktivitas yang dilakukan lebih banyak di balik meja. Sehinga inspirasi memang sedikit sulit untuk ditemukan.
Menemukan suatu hal yang baru serta memperoleh hikmah memang sering ditemukan ketika kita sedang di luar, dan hal ini memang telah disadari oleh banyak perusahaan, sebut saja Toyota, yang mengadopsi konsep Genchi Genbutsu, yaitu terjun langsung ke lapangan. Dengan terjun ke lapangan diharapkan dapat mengetahui permasalahan yang terjadi.
Sulit memang bagi saya mencari hal yang baik dan menarik untuk ditulis yang merupakan hasil turun ke lapangan, namun saya sendiri sudah mulai dibiasakan mencari sumber-sumber penulisan tersebut dari hasil terjun ke lapangan, dan hasilnya memang walaupun kecil jika saya perhatian, akan dapat diperoleh.
Rabu, 21 Mei 2008
Keras
Sebegitu keraskah hati ini?
Ketika memarkirkan keluar dari salah satu kantor, seorang tukang becak dengan sigap membantu menolong kendaraan yang ditumpangi ini untuk keluar dari sebuah kantor, dan hati saya bilang, ah dia hanya ingin membantu, sehingga ibaan ibuku yang duduk dipinggirku untuk memberikan uang barang seribuan untuk tukang itupun aku tidak hiraukan.
Sudah keraskah hati ini..
Sehari berikutnya ketika di lampu merah ada topeng monyet yang bermain-main menontonkan kehebatan gerak liuk tubuhnya dan meminta barang recehan kepadaku, tak aku hiraukan pula, lagi teriakan ibu dan istriku membahana, janganlah kau berlaku lampah seperti itu, lihatlah pamanmu ujar ibuku, walaupun lagi berkendara motor, ia pasti menyempatkan diri memberikan selebaran ribuannya, pamanmu bilang, demi keselamatan, demi kelancaran rizki….
Sudah keraskah hati ini…
Mengapa peminta selau aku kesali, mengapa yang membutuhkan selalu aku benci..
Jika kau ingin keran rizkimu mengalir, maka buat aliran rizki yang telah didapat olehmu kepada yang hak, agar keran rizkimu bertambah besar, ujar teman bijaksanaku..
Sudah keraskah hati ini
Selasa, 29 April 2008
Komplain
Telah banyak buku, artikel, majalah ataupun yang lainnya menerangkan bahwa pelanggan akan loyal kepada suatu merek jika mereka ditangani dengan baik ketika melakukan komplain. Teori ini memang sudah tidak terbantahkan lagi kesahihannya, sayangnya banyak perusahaan tidak sadar akan hal ini, sehingga mereka mengabaikan suara pelanggan yang masuk dalam bentuk kompalin, saya bahkan pernah mengalaminya, melakukan komplain namun benar-benar tidak dipedulikan.
Dan, belum lama ini saya menyaksikan bagaimana pembuktian bahwa pelanggan yang komplain jika ditangani dengan baik, mereka akan loyal kepada kita. Teman saya yang bekerja di sebuah Distributor perusahaan otomotif (sama dengan saya), kala itu menangani komplain serius. Komplain tersebut datang dari luar daerah. Pelanggan mengeluhkan terdapat sesuatu dengan kendaraannya, dan kebetulan kala itu penanganan di Dealer kurang optimal, sehingga pelanggan mengeluhkan sampai ke tingkat Distributor. Akhirnya teman saya kemudian dari jarak jauh memandu pelanggan dan Dealer tersebut dalam menangani komplain tersebut, dibantu dengan pihak terkait di internal Distributor sehingga teman saya dan tim berhasil menangani komplain tersebut secara tuntas, dan pelanggan pun menyatakan puas atas hasil tersebut.
Beberapa hari lalu, di lobi kantor datang seorang tentara. Petugas security tergopoh ke atas, ”Pak, ada perwira TNI yang menanyakan tentang produk baru yang akan diluncurkan, kira-kira siapa yang akan menanganinya”, ujarnya. Memang sangat jarang pelanggan atau seseorang yang datang ke Distributor untuk membeli atau menanyakan kendaraan, biasanya langsung ke Dealer penjual, karena Distributor tidak menjual kendaraan. Dan selanjutnya diputuskan teman saya turun ke bawah. Di bawah, ia bertemu dengan perwira tersebut, ia kemudian melihat nama perwira tersebut yang tertempel di seragam ABRInya, ternyata namanya sama dengan yang pernah ia tangani melalui komplain beberapa waktu sebelumnya. Dan ia langsung menebak, dan ternyata benar Bapak ini adalah pelanggan yang ia tangani sebelumnya, sehingga percakapanpun mengalir dengan cepat. Bapak ini ternyata ingin melihat kendaraan yang beberapa hari lagi akan diluncurkan, ia memohon agar dapat melihat sebentar kendaraan baru tersebut. Dan permintaan tersebut dikabulkan, dan setelah melihat kendaraan tersebut, ia berkata, saya adalah orang yang pertama yang akan mengendarai kendaraan ini di Makasar......
Selasa, 22 April 2008
Syukur...
Pagi benar hari ini saya berangkat ke tempat kerja, ditemani si Jalu, Supra kesayangan yang sudah hampir 6 bulan menjadikan pengganti kaki kemanapun pergi melangkah keluar. Namun, sebelum melangkah keluar tempat kosan, di seberang sana, tergeletak beberapa orang yang tidur di pelataran kantor RW. Di jam 7 pagi, mereka masih asik dengan dengkuran yang mereka buat, tiga orang tepatnya. Sepintas saya bisa mengenali satu orang dari mereka. Dia adalah tukang ojeg motor langgananku sebelum ada si Jalu.
Dengan berbungkus sarung butut, ternyata ia dengan lelapnya tertidur, tanpa menghiraukan lingkungan, entahlah, Adzan subuhpun mungkin ia cuekan tadi pagi.
Datanglah seorang anak kecil menghampiri salah satu dari mereka, sekitar 7 tahun usianya, dan membangunkan salah saatunya. Pak bangun, minta uang untuk sekolah ujarnya, sambil mengguncang-guncang tubuh besar yang ia bangunkan…
Pelajaran bagi diri ini, jangan sia-siakan hidup yang penuh kelimpahan ini…
Rabu, 09 April 2008
Proses
Entah apa yang melintas di fikiran ini, langsung teringat masa ketika SD, kala itu sungguh gembira hati ini, karena akan berangkat ke Jakarta. Maklum tidak sering saya ke Jakarta
Menghadiri pesta pernikahan paman di Jakarta, ujar ibuku menerangkan maksud tujuan ke Jakarta. Sorak membahana, hidup Jakarta, ujarku yang selama ini hidup di Majalengka yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan.
Dan tibalah saatnya berangkat, naik mobil carteran, karena sebagai anak pegawai negeri dengan ibu yang hanya mengurus rumah tangga, mana sanggup membeli mobil, sekalipun Carry...
Masih terngiang kebahagiaan naik mobil bersama keluarga, sunguh indah nian ketika berada di dalam mobil, celengak celinguk menikmati pemandangan dan apapun yang sedang di lewati. Bahagia.
Itulah hal yang dialami ketika masih kecil, belum pun datang di Jakarta, di perjalanan hati sudah riang. Tiba di Jakarta hati juga riang, setiap moment begitu indah.
Dua hari di Jakarta, walaupun udara panas, namun tetap tidak membuat hati gerah.
Dan ketika pulang pun hati ini senang, di mobil tidak bosan-bosannya saya bergembira. Di jalan bergembira. di mana-mana bergembira.
Itulah hidup masa kecil, setiap moment merupakan moment yang berbahagia. Di masa kecil kita tidak berfokus kepada tujuan saja, namun juga kepada proses. Setiap proses yang dilewati, dinikmati dengan senang hati.
Setiap perjalanan, entah itu ke mana saja, membuat hati selalu senang...
Ternyata benar apa yang dikatakan Eckhart Tolle, dalam bukunya The Power of Now, kebahagiaan itu adalah sekarang, setiap proses yang kita lalui merupakan masa-masa yang indah, tanpa perlu menunggu esok lusa. Sayang jika saat ini kita memikirkan hal-hal yang tidak perlu.
Minggu, 06 April 2008
Gerbong 3
Di gerbong 3 paling ujung, hari itu saya mendapatkan tempat duduk di ketera api akhir pekan yang akan menuju Cirebon dari Jakarta. Beruntunglah, walaupun di ujung belakang saya memperoleh tempat duduk, biasanya kalau di akhir pekan, jika tidak memesan tiket terlebih dahulu pastilah tidak memperoleh tempat duduk.
Saat itu di sebelah, seorang wanita muda terfokus kepada ipodnya sehingga tak ada kesempatan bagi saya untuk sekedar ngobrol barang sejenak dengannya, karena ia sangat fokus dengan lagu yang suaranya sampai terdengar olehku, padahal ia gunakan headphone. Akhirnya, sayapun bergegas mengikuti gaya wanita disebelah, mengambil headphone dan langsung mendengarkan musik dari lagu yang tersimpan di Nokia saya, terdegarlah lantunan merdu dari Seal, Kiss of Roses….ah.. jaman sudah edan, semuanya jadi egois.
Namun akhirnya saya mulai tertarik dengan keluarga yang duduknya di pinggir seberang, keluarga dengan dua orang anak, satu usianya berusia kira-kira delapanan tahun dan satu lagi, bayi lucu, umurnya 6 bulan, gemuk, putih, ah benar-benar lucu, langsung teringat dengan anak sendiri yang usianya tidak jauh dengannya.
Di akhir pekan, memang banyak penumpang yang tidak kebagian tiket, sehingga di sebelah saya terdapat beberapa orang yang duduk di bawah, mengampar koran. Sudah tidak aneh lagi di kereta, jika sudah penuh, pihak Kereta Api masih menjual tiket berdiri, dan penumpang berdiri tidak hanya di bisnis saja, melainkan juga di executive juga ada. Pokoknya kalau akhir pekan pasti ramai. Nah, kebetulah di sebelah bawah seorang bapak yang duduk mengampar di bawah tertarik dengan bayi tersebut, sehingga terus menggodanya, dan bayi yang lucu itu pun tersenyum simpul dan terus memperhatikan bapak tersebut. Namun yang saya heran ternyata Bapak bayi tersebut hanya menatap kosong, sulit tersenyum, tidak seperti biasanya jika seorang Bapak memiliki bayi pastilah bayi tersbut akan digendong dan digodanya. Namun tidak dengan bapak muda ini. Dia hanya tercenung. Kebetulan ia tidak duduk di kursi namun menghadap tempat duduk anak2 dan istrinya, ia hanya menatap kosong kepada anak-anaknya.
Kemudian mulailah percakapan seorang bapak yang duduk di bawah yang mulai menggoda bayi tersebut dengan orangtua bayinya. Aduh lucu bayinya, sudah berapa bulan?, enam bulan ujar ibunya, kecil-kecil sudah jalan-jalan nih si kecil ujar bapak tersebut, dan mulailah pembicaraan mengarah ke serius, dan saya pun karena mulai tertarik, akhirnya melepas headphone, iya si dede habis ke dokter di RS Harapan Kita, ujar ibunya, ia harus di operasi bulan depan om, jantungya tidak berfungsi dengan normal, sehingga harus buru-buru di operasi, karena kata dokter, jika tidak buru-buru akan infeksi ke jantungya. Kita juga kaget, si dede yang sehat ini punya kelainan jantung, gejalanya sering batuk, susah minum susu, karena cepat sekali capek dan terengah-engah, terus kagetan, malam ini saja dede tidak tidur karena di Jakarta ribut terus. Lihat aja sekarang ini, matanya ngantuk sekali, tapi gak bisa tidur om, sedikit saja ada gangguan ia terbangun, ujar ibunya, dan diiyakan oleh suaminya yang sepertinya memikirkan sesuatu…
Dan saya pun langsung teringat si kecil yang di rumah…..
Doain ya om, mudah-mudahan kita ada dana….ujar ibunya….
Senin, 24 Maret 2008
Nasib
Saya tidak membayangkan bisa menyekolahkan anak seperti sekarang ini, ujar ia lirih penuh dengan kebanggaan.
Di kereta sore itu saya tidak sengaja duduk dengan bapak tua yang naik dari Jatibarang, sedangkan saya naik dari Cirebon, kita akan menuju Jakarta.
Percakapan di mulai dengan Suharto yang meninggal hari itu, ia hanya bergumam, seharian saya tidak lihat televisi, saya sedang asik mengopeni bebek seharian, baru tahu tadi lihat sebelum berangkat ke stasiun.
Dan mulailah pembicaraan berkembang kesana kemari, diiringi sedikit tawa jika keluar hal lucu dari mulutku atau mulutnya.
Ia setiap minggu hilir mudik dari Tangerang ke Jatibarang, kerja di Tangerang, di bengkel skala menengah, dan akhir pekan bertemu keluarga di Jatibarang.
Belasan tahun lalu, ia memboyong istrinya ke Tangerang, dengan modal bekerja di bengkel ia nafkahi istri dan kedua anaknya. Ketika anaknya akan masuk SD ia tertegun, biaya yang harus dikeluarkan di kota Tangerang untuk menyekolahkan anaknya tidaklah cukup hanya dari bengkel, benar-benar berat, ia tak bisa membayangkan bagaimana nasib kedua anaknya kelak.
Ia hanya bisa termenung.
Akhirnya, pokoknya pekerjaan apapun ia lakukan untuk menyekolahkan anaknya, disela bekerja di bengkel, ia mencari tambahan, mulai dari mengumpulkan sampah botol plastik ataupun kardus, pinjam cangkul ke tetangganya untuk menggarap tanah kosong dan sebagainya.
Saya tidak sanggup kala itu, matanya berkaca-kaca, mengingat masa lalu.
Namun ternyata nasib berubah, istrinya yang kala itu menganggur diterima bekerja sebagai pegaawai negeri di kampung asalnya, Jatibarang. Dan akhirnya istrinya memboyong kedua anaknya ke kampung halaman, sementara ia tetap tinggal di Tangerang.
Dan begitulah, setiap minggu ia hilir mudik Tangerang Jatibarang, sudah puluhan tahun. Dan sekarang ia telah menjadi mandor di bengkel tersebut.
Jika pulang kampung, ia senang jalan-jalan di kampungnya menyusuri sawah serta mengopeni bebek yang ia pelihara.
Saat ini beliau dan istrinya tengah menyekolahkan dua anaknya di universitas dan satu di sekolah menengah.
Beliau hanya berkata, dalam hidup ini jika kita baik, alam akan baik kepada kita.
Ini mas ada makanan kecil, istri saya selalu membawakannya jika mau ke Tangerang, buat mengganjal perut...
Rabu, 05 Maret 2008
Kontribusi
Semakin dia disanjung, semakin dia memberikan kontribusi besar pada dunia, pada lingkungan, pada masyarkat sekitar, pada keluarganya, pada dirinya.
Kontribusi yang dia bangun, tidak hanya kontribusi positif melainkan juga kontribusi negatif. Namun apalah artinya memberikan kontribusi negatif, karena hal tersebut akan merendahkan kita di mata orang lain.
Lihatlah orang-orang yang namanya harum semerbak, selalu dikenang sebagai pahlawan bagi orang lain dan dijadikan contoh bagi kehidupan, cerita-cerita mereka diabadikan dalam sebuah tulisan, drama, puisi, film, bahkan cerita legenda.
Indah sekali rasanya bila diaggap sebagai pahlawan, apalagi ketika kita masih hidup sudah dianggap pahlawan oleh orang banyak.
Pencarian sosok pahlawan atau panutan seringkali kita lakukan sebagai manusia untuk mencari kira-kira laku lampah mana yang baik yang dapat dijadikan acuan kita dalam berlaku. Saking getolnya kita mencari sosok itu, hingga lupa kepada diri sendiri. Padalah banyak suara bijak berbisik bahwa setiap manusia mempunyai kelebihan yang tak bertepi, unlimited. Sehingga kita sebagai manusia dapatlah menjadi pahlawan. Minimal pahlawan bagi dirinya.
Negara kita saja memperdebatkan siapa-siapa yang berhak menyandang gelar tersebut, ah, ngapain mikirin hal itu, yang pasti saya hanya merasa ada satu syarat yang musti dilakukan agar kita layak diberikan gelar pahlawan, yaitu memberikan manfaat bagi orang lain. Dengan melakukan hal tersebut selayaknya kita dapat menjadi pahlawan. Sangat mudah.
Bahkan sebuah bintang kecil pun bersinar dalam kegelapan
(Pepatah Finlandia)
Minggu, 17 Februari 2008
Adzan Terindah
Jakarta banjir, begitu pula di sekitar kantor Jumat itu, saya dengan rekan berusaha keluar darinya. Dengan menggunakan mobil teman, diiringi perasaan sedikit was-was kita keluar dari jebakan tersebut. Dan akhirnya, setelah lepas dari jebakan banjir, saya memutuskan untuk pulang ke kampung halaman, karena memang kebetulan besoknya libur akhir pekan. Namun sebelum pulang ke Majalengka, saya mampir terlebih dahulu ke Bandung, melihat usaha yang dimiliki dan juga rekan-rekan pengelolanya.
Sore itu, tanpa mengalami hambatan, saya langsung menuju Bandung, dan langsung ke tempat rekan-rekan yang kala itu dikabarkan sakit. Dan ternyata ketika saya melihat mereka, keduanya terkapar, yang satu sakit flu berat, dan yang satunya lagi sakit gejala deman berdarah. Sudah 2 hari bisnis kita tutup kerena keduanya sakit.
Di malam yang tidak ceria itu, saya memberikan dukungan kepada keduanya, dengan candaan untuk mendorong mereka menjadi bersemangat. Entah mengapa, malam itu suasana memang tidak seperti biasanya, tidak ada senyum ceria dari mereka. Mereka tergolek lemah. Rekanku Jamil [Abeng] yang selama ini selalu ceria tak mampu lagi tersenyum walau hanya sesaat, badannya sedang bertarung dengan sakit yang dideritanya.
Akhirnya saya pun pergi tidur dan langsung terlelap malam itu.
Betapa kagetnya ketika Jamil membangunkanku pukul 4 lebih 15 pagi. Ia berbisik lembut di telingaku, “ Bapak sudah tiada”, aku langsung kaget “ Inna lillahi wan inna ilaihi roojiun”, sontakku. “Mau pergi sekarang atau nanti siang a”, ujarnya tabah. Aku jawab “Berangkat sekarang saja, tapi tunggu pukul 5 pagi, karena bis yang ke Majalengka adanya pukul 5 pagi dari Bandung”.
Tanpa menunggu waktu langsung kita bersiap dan berangkat menuju Majalengka.
Di tengah perjalanan, saya hanya terdiam, dan sesekali melirik sahabat saya itu, hati ini miris, seumur hidupku, baru kali ini saya menemani orang yang akan melihat ayahnya pergi untuk terakhir kalinya.
Di perjalanan, ia hanya terdiam dan terdiam, sesekali mendapatkan telepon dari keluarganya, mereka bertanya, sudah sampai di mana?, dan setiap lima belas menit telepon berbunyi lagi untuk menanyakan posisi terakhir. Dan begitu seterusnya.
Keluarganya di telepon berkata, bahwa mereka tinggal menunggu Jamil, jika ia sudah datang dan melihat ayahnya untuk terakhir kali, langsung akan dimakamkan.
Kala itu saya langsung teringat kembali ke masa lampau, ayahnya adalah sahabat ayahku, sama-sama penggemar tenis meja. Mereka bersahabat sedari kecil, begitu pun aku dan Jamil, kita bersahabat sedari kecil, juga hobi bermain tenis meja. Sudah 2 tahun terakhir ayahnya sakit keras.
Serasa waktu merenggut kita kala itu, mobil bis yang kita tumpangi rasanya tidak sampai-sampai. Setelah tiga jam setengah, akhirnya kita sampai ke Majalengka, langsung menuju rumah Jamil.
Di rumah duka, ia bertemu dengan ayahnya yang telah tiada untuk terakhir kalinya, ia cium kening ayahnya. Air mata yang tertahan selama di perjalanan, akhirnya merembes di pipinya.
Jenazahnya langsung dibawa ke pemakaman.
Di pemakaman, liang lahat yang sudah dipersiapkan telah menunggu jasad ayahnya. Dan sebelum jasadnya diturunkan. Adzan berkumandang……hatiku langsung teriris… inilah Adzan terindah yang aku dengar, indah sekali…indah dan saya serasa diingatkan….
Ketika kita lahir kedua telinga kanan dan kiri di kumandangkan adzan dan akhirnya ketika kita meninggal kitapun dimumandangkan adzan…
Kullu nafsin dzaaiqatul maut.
AllahumaghfirlaHu warhamHu wa’afiHi Wa’fuanHu…
Usia ayahnya sama dengan usia nabi Muhammad ketika wafat.
Senin, 14 Januari 2008
2 Kejadian Penting
Sebulan lalu, 2 kejadian menimpa saya dalam waktu berdekatan. Kejadian yang mengguncang hati sekaligus memberi peringatan dan pelajaran.
Waktu itu, ketika saya berencana berangkat ke Bandung dari Malengka dan kemudian diteruskan ke Jakarta. Tujuan transit dulu ke Bandung adalah menghadiri pernikahan kawan kantor. Tidak seperti biasanya, saya ke Bandung kali ini menggunakan sepeda motor di bonceng oleh adik saya yang kebetulan akan ke Bandung. Sebelum berangkat, hati memang sudah tidak enak, entah kenapa, ketika di perjalanan akhirnya saya bertabrakan dengan motor, walau sudah hati-hati, namun kecelakaan tersebut tidak terhindarkan (maaf tidak diterangkan mengapa sampai terjadi kecelakaan tersebut). Di jalan raya yang besar tersebut banyak kendaraan yang simpang siur, kita dinaungi oleh-Nya.
Kami di tolong oleh masyarakat sekitar, akhirnya kami di ajak ke rumah seseroang yang menolong, ia begitu ramah, memberi makanan dan minuman, menenangkan, dan menyediakan tempat tidurnya untuk kami. Ia tidak fokus terhadap masalah yang terjadi melainkan memfokuskan terlebih dahulu akan orang yang celaka. Di rumahnya ini, yang dindingnya tidak bertembok namun hanya menggunakan bilik, saya memperoleh anugrah, ditemukan dengan orang yang senang dan tulus menolong. Dan pada hari itu juga saya melanjutkan perjalanan ke Bandung.
Sekitar 3 minggu setelah kejadian itu, saya pulang dari Jakarta menuju kampung halaman, Majalengka, dengan buru-buru saya berangkat dari kantor menuju Gambir, menggunakan ojeg motor agar cepat sampai agar tidak ketinggalan kereta, sudah kangen sama anak dan istri di kampung, namun di tengah perjalalan saya mengalami kecelakaan lagi, menabrak mobil, jatuhlah saya di tengah jalan raya yang ramai, di beberapa tempat saya mengalami luka, ketika jatuh tersebut di tengah jalan raya, saya di tolong oleh orang-orang, dipinggirkanlah saya dengan di gendong oleh dua orang, saat itu saya benar-benar tidak dapat berdiri.
Dua orang ini begitu perhatian dan ramah, ia tunggui saya, kemudian memberi saya obat luka, dan ketika saya bisa benar-benar berdiri dan pulang, kedua orang ini memapah saya menuju taksi yang mengantarkan saya kembali ke tempat kosan. Minggu itu saya tidak dapat menemui keluarga di kampung.
Kejadian ini memberikan hikmah besar bagi saya, bahwa jika bepergian namun tidak enak hati, saya harus berfikir lagi, apakah jadi atau tidak, yang kedua, jika menggunakan kendaraan kita harus hati-hati dan melihat sekitar, walau kita sudah hati-hati mungkin saja orang lain tidak hati-hati dan yang terakhir saya memperoleh hikmah penting, bahwa masih banyak orang yang tulus menolong di sekitar kita. Terima kasih kepada orang-orang yang telah menolong saya dengan tulus...
Terima kasih Tuhan, saya selalu diingatkan.....
Selasa, 08 Januari 2008
Konsisten
Beberapa waktu lalu saya datang ke suatu dealer resmi Toyota, tentu saja untuk melakukan perbaikan mobil yang sudah masanya untuk di service, maka datanglah saya ke Dealer A (dirahasikan namanya, karena menyangkut etika), dan alangkah terkejutnya saya ketika di area parkir Dealer mendapati tempat parkirnya penuh, kebetulan hari itu saya masuk pada jam yang sibuk di bengkel, namun salah seorang security di Delaer tersebut proaktif menawarkan bantuan, ’Silakan bapak langsung saja ke dalam, nanti parkirnya saya carikan, mohon kuncinya di tinggal saja’, wah ternyata securitynya baik sekali, seperti di Hotel saja, memberikan bantuan untuk memarkirkan mobil (valet), namun sudah tentu di bengkel ini gratis, tanpa harus bayar layaknya di hotel. Dan setelah pulang dari bengkel tersebut, saya merasa puas karena dari awal di layani dengan baik.
Kemudian di lain waktu saya datang lagi ke bengkel tersebut, dan kebetulan pada waktu itu bengkel tersebut ramai sehingga parkirnya penuh, namun karena sebelumnya saya pernah memperoleh pengalaman yang baik di bengkel ini, maka sayapun langsung yakin pasti akan di bantu untuk mencarikan tempat parkir. Namun, ternyata hal tersebut tidak terjadi, security yang ada di sana bilang kepada saya, ”Maaf pak, parkirnya sudah penuh”, tanpa memberikan solusi, akhirnya saya tidak jadi service di bengkel tersebut, dan memutuskan mencari bengkel lain, maka datanglah saya ke bengkel B. Ketika sampai di bengkel ini, saya langsung memarkir kendaraan, dan pada waktu itu securitynya dengan sigap mendatangi dan menunggu di luar mobil sampai saya ke luar dari mobil, dan ketika saya keluar, ia dengan sigap pula mendampingi saya menuju showroom, dan dengan ramah ia menunjukkan tempat yang saya akan tuju.
Akhirnya saya yang sudah punya pengalaman tidak enak dengan Dealer A memutuskan untuk pindah ke bengkel B untuk melakukan service.
Dan saya pun datang keduakalinya ke bengkel B, saat datang ke bengkel, saya di sapa oleh seorang satpam yang ramah, kemudian ia menunggu sampai saya keluar dari mobil dan kemudian mendampingi saya menuju showroom dan menunjukkan tempat yang akan saya tuju.
Saya memperoleh pelajaran dari kejadian ini, bahwa pelayanan yang hebat (di tunjukkan oleh Dealer A) ternyata akan bermasalah jika tidak dijalankan secara konsisten. Sementara pelayanan yang biasa saja atau baik namun dijalankan dengan konsisten akan lebih di hargai...
If we serve customer, we have to be consistent
Kamis, 03 Januari 2008
Mug Indah
Selasa, 01 Januari 2008
Komunitas Eksotis
Saat ini memang tidak mudah mencari orang yang tulus membantu. Di kota besar malah sudah mulai terbentuk kehidupan yang individualistis, kalau bukan urusan saya, maka tidak akan dipedulikan urusan orang lain. Lingkungan sekitar pun sudah tak dipedulikan lagi. Sudah banyak orang yang kesulitan untuk melakukan sosialisasi dengan masyarakat sekitar karena memang sudah mulai terjebak dengan rutinitas kerja yang sangat menyedot waktu, sehingga waktu merupakan perhiasan yang amat berharga saat ini, yang pada akhirnya kita mulai tidak peduli.
Alangkah indahnya bila kita menemukan tidak hanya individu yang tulus namun malah komunitas yang tulus, dan ternyata saya temukan komunitas tersebut di negeri ini.
Ketika liburan lalu saya berangkat ke pulau yang kata orang merupakan salah satu pulau terbaik di jagad ini, pulau yang dikata lebih masyur daripada nama negaranya, Bali, saya menemukan secercah keindahan yang jarang ditemui.
Ketika itu, salah satu alternative terbaik mengelilingi pulau ini adalah dengan menggunakan sepeda motor, agar lebih menikmati proses perjalananannya dan menikmati segarnya udara Bali. Akhirnya saya memilih sepeda motor untuk mengelilingi beberapa tujuan wisata di pulau Bali. Tentu sepeda motor sewaan.
Di mulai dari Denpasar menuju Kuta, di persimpangan jalan saya kebingungan mencari jalan yang tepat, akhirnya saya membuka peta di pinggir jalan, masih di atas sepeda motor, ketika sibuk mencari jalan di peta, saya dihampiri oleh seseorang, dan ia pun dengan ramah menanyakan ke mana tujuan saya, dan akhirnya ia pun menunjuk jalan yang akan saya tuju.
Sudah hampir satu kilometer dari tempat tadi saya mulai kebingungan lagi mencari jalan, sehingga terpaksa lagi membuka peta, namun ketika membentangkan peta kembali, seseorang yang mengendari sepeda mendekati, dan berkata, what can I do for u sir?, untuk kedua kalinya aku di bantu kembali, dan akhirnya saya dengan menggunakan bahasa Indonesia tentunya menanyakan kemana tempat yang akan di tuju, dan ia pun dengan ramah memberitahukan jalan tersebut. Ternyata saya sudah mulai merasakan ketulusan di pulau ini, dan yang ketiga, saya akan mencoba apakah hal tersebut apakah akan terulang lagi?, dan kemudian tidak jauh dari tempat itu, secara sengaja saya buka kembali peta, dan benar, sayapun dihampiri lagi oleh seorang pengendara motor, what can I do for u sir….
Sungguh komunitas yang eksotis…
Kamis, 20 Desember 2007
3 Bungkus Kopi
Seorang bapak tua, kira-kira umurnya sekitar 60 tahunan, menyapa 2 orang temanku, pengelola toko ini, dengan sapaan yang ramah, ia sapa pula aku dengan ramah.
Ia penggemar tenis meja yang fanatik, sama denganku, boleh dibilang ia sangat sangat fanatik, sebentar sebentar dari mulutnya keluar kata-kata spin, smash, chop, karet Mark V, kayu Butterfly, flick, footwork, bintik setan dan hal lainnya yang tentu saja ulasan yang ia lontarkan berkenaan dengan dunia tenis meja. Bapak tua itu begitu bersemangat jika berceritera tentang tenis meja, tidak habis satu katapun bila berceritera tenis meja, semangatnya berkobar jika disinggung mengenai tenis meja. Bapak itu memperlihatkan umur tidak jadi patokan untuk tidak bersemangat, pelajaran pertama darinya mengenai tidak pernah pupus harapan dan semangat.
Hari itu, ia datang ke toko ini, toko khusus peralatan tenis meja, kebetulan aku sedang berada di toko ini. Di toko ini, Ia kemudian keluarkan 3 bungkus kopi dari kantongnya, dan ia bilang kepada temanku, pengelola toko, Seduh ya mas. Kebetulan di toko ini terdapat 2 orang pengelola toko, jadi jumlahnya 3 dengan bapak tua itu, dan ia membawa 3 bungkus kopi siap di seduh, dan ia berkata kepadaku mohon maaf hanya membawa 3 bungkus dan ia menawarkanku satu bungkus bagiannya untukku, dan aku serta merta menolak dengan halus, dan berkata kepadanya bahwa barusan sudah ngopi, walau kenyataannya belum.
Ah baiknya pak tua ini pikirku, ia datang ke toko ini tidak hanya sekedar untuk membeli perlengkapan tenis meja saja, melainkan juga dengan membawa 3 bungkus kopi siap seduh. Pelajaran kedua darinya, ia berbagi.
Menurut temanku yang juga pengelola toko tersebut, setiap pak tua datang ia selalu membawa sesuatu, entah makanan, minuman ataupun lainnya. Dan jika di toko ia bisa menghabiskan waktu sampai 2 jam hanya untuk sekedar mengobrol saja.
Pak tua ini akhirnya mengobrol denganku, kebetulan di toko itu tersedia beberapa kursi sehingga pelanggan dapat duduk dan mengobrol di sana, ia berceritera bahwa ia merasa nyaman di toko ini, pengelolanya ramah, faham tentang tenis meja dan asik bila diajak ngobrol, dan yang pasti katanya ia selalu diantarkan menyebrang jalan jika menggunakan angkot (angkutan kota).
Pelajaran ketiga, aku dapatkan dari para pengelola toko itu, bahwa melayani dengan ramah dan tulus akan memperoleh ganjaran, dan hari itu ganjaran yang mereka dapat adalah pelanggan membeli produknya dan memberi kopi...
Ah, wangi benar kopinya...
Kamis, 06 Desember 2007
BOS
Bos, transfer dari Bali tolong di cek. Ujarnya penuh semangat. Hati ini langsung saja tidak enak, Abeng sudah mulai berani memanggil kata-kata yang tidak sesuai dengan pribadi ini. Bayangkan, diri yang masing banyak bon di sana sini, cicilan yang menggunung, perut yang belum kelihatan membuncit, usia yang masih dibilang belum bangkotan, sudah di panggil kata-kata tak pantas tadi, Bos.
Aku langsung mengerahkan kekuatan penuh untuk menekan Abeng, bahwa jengah benar diri ini dipanggil bos, bahkan dengan nada mengancam agar ia tidak lagi memanggil kata tersebut.
Bayangkan betapa gak enak kita dipanggil bos oleh seorang sahabat yang selama ini telah kita kenal.
Namun kata-kata tersebut terus saja keluar dari mulutnya sampai detik ini tidak pernah sedikitpun merubah kekukuhannya memanggil bos.
Bos, sudah makan, Bos sudah di transfer? Bos mau ke mana? Bos, bos, bos...
Bayangkan sampai urusan yang tidak ada hubungan dengan bisnispun ia panggil bos, bahkan dia sudah kurang ajar, di depan orangtuaku ia panggil aku bos.
Tetap saja hati ini tidak terima juga, karena memang tidak pantas. Menurutku bos adalah panggilan buat orang kaya yang penghasilnnya minimal di atas 50 juta, tidak punya utang, perut buncit, sudah punya usia serta berpenampilan gentlemen, nah, aku sendiri belumlah seperti itu.
Dan akhirnya aku punya cara yang tepat agar ia tidak memanggil kata itu lagi, siasatnya ialah ia kupanggil bos. Bos dibalas dengan bos. Impas
Nah, akhirnya iapun mulai goyah pertahanannya, ia jengah, ia kesal.
Bos Abeng, apakah hari ini kita akan datang ke suplier kita, ujarku. Langsung ia ralat pertanyaanku. Bukan menjawab isi pertanyaan tadi, malah menyangkal konteks pertanyaanya. Ia langsung berkata, bos adalah perkataan kurang pantas buatku, ia berseru, yang pantas adalah kau. Tidak kuladeni sedikitpun seruannya itu, hanya senyum simpul saja yang tersungging dimulutku. Dan ia memburu, dan terus aku tak pedulikan seruannya. Dan akhirnya ia menyerah, memberikan bendera putihnya, ia berjanji kata-kata bos tidak akan pernah lagi keluar dari mulutnya. Dan dimulainya kesepakatan damai tersebut, ia nyatakan gencatan senjata, sehingga membuat hati ini lebih tenang.
Namun apa daya, beberapa hari berlalu ia mengkhianati gencatan senjata tersebut, ia panggil aku bos lagi. Dan mulailah aku bosan, bosan perang lagi. Setiap kata berkaitan dengan pemanggilan namaku ia ganti dengan kata bos.
Mulai saat itu, kata-kata tersebut seperti angin lalu, karena telah manancap di alam bawah sadarku. Tidak apalah kataku, karena di kantorpun saya panggil teman sejawatku bos, dan aku panggil mereka juga bos. Di Jakarta semua orang saling panggil dengan kata bos.
Saat ini, kata-kata bos tidak berarti bos.
Langganan:
Postingan (Atom)