Senin, 24 Maret 2008

Nasib

Saya tidak membayangkan bisa menyekolahkan anak seperti sekarang ini, ujar ia lirih penuh dengan kebanggaan. Di kereta sore itu saya tidak sengaja duduk dengan bapak tua yang naik dari Jatibarang, sedangkan saya naik dari Cirebon, kita akan menuju Jakarta. Percakapan di mulai dengan Suharto yang meninggal hari itu, ia hanya bergumam, seharian saya tidak lihat televisi, saya sedang asik mengopeni bebek seharian, baru tahu tadi lihat sebelum berangkat ke stasiun. Dan mulailah pembicaraan berkembang kesana kemari, diiringi sedikit tawa jika keluar hal lucu dari mulutku atau mulutnya. Ia setiap minggu hilir mudik dari Tangerang ke Jatibarang, kerja di Tangerang, di bengkel skala menengah, dan akhir pekan bertemu keluarga di Jatibarang. Belasan tahun lalu, ia memboyong istrinya ke Tangerang, dengan modal bekerja di bengkel ia nafkahi istri dan kedua anaknya. Ketika anaknya akan masuk SD ia tertegun, biaya yang harus dikeluarkan di kota Tangerang untuk menyekolahkan anaknya tidaklah cukup hanya dari bengkel, benar-benar berat, ia tak bisa membayangkan bagaimana nasib kedua anaknya kelak. Ia hanya bisa termenung. Akhirnya, pokoknya pekerjaan apapun ia lakukan untuk menyekolahkan anaknya, disela bekerja di bengkel, ia mencari tambahan, mulai dari mengumpulkan sampah botol plastik ataupun kardus, pinjam cangkul ke tetangganya untuk menggarap tanah kosong dan sebagainya. Saya tidak sanggup kala itu, matanya berkaca-kaca, mengingat masa lalu. Namun ternyata nasib berubah, istrinya yang kala itu menganggur diterima bekerja sebagai pegaawai negeri di kampung asalnya, Jatibarang. Dan akhirnya istrinya memboyong kedua anaknya ke kampung halaman, sementara ia tetap tinggal di Tangerang. Dan begitulah, setiap minggu ia hilir mudik Tangerang Jatibarang, sudah puluhan tahun. Dan sekarang ia telah menjadi mandor di bengkel tersebut. Jika pulang kampung, ia senang jalan-jalan di kampungnya menyusuri sawah serta mengopeni bebek yang ia pelihara. Saat ini beliau dan istrinya tengah menyekolahkan dua anaknya di universitas dan satu di sekolah menengah. Beliau hanya berkata, dalam hidup ini jika kita baik, alam akan baik kepada kita. Ini mas ada makanan kecil, istri saya selalu membawakannya jika mau ke Tangerang, buat mengganjal perut...

Rabu, 05 Maret 2008

Kontribusi

Semakin dia disanjung, semakin dia memberikan kontribusi besar pada dunia, pada lingkungan, pada masyarkat sekitar, pada keluarganya, pada dirinya. Kontribusi yang dia bangun, tidak hanya kontribusi positif melainkan juga kontribusi negatif. Namun apalah artinya memberikan kontribusi negatif, karena hal tersebut akan merendahkan kita di mata orang lain. Lihatlah orang-orang yang namanya harum semerbak, selalu dikenang sebagai pahlawan bagi orang lain dan dijadikan contoh bagi kehidupan, cerita-cerita mereka diabadikan dalam sebuah tulisan, drama, puisi, film, bahkan cerita legenda. Indah sekali rasanya bila diaggap sebagai pahlawan, apalagi ketika kita masih hidup sudah dianggap pahlawan oleh orang banyak. Pencarian sosok pahlawan atau panutan seringkali kita lakukan sebagai manusia untuk mencari kira-kira laku lampah mana yang baik yang dapat dijadikan acuan kita dalam berlaku. Saking getolnya kita mencari sosok itu, hingga lupa kepada diri sendiri. Padalah banyak suara bijak berbisik bahwa setiap manusia mempunyai kelebihan yang tak bertepi, unlimited. Sehingga kita sebagai manusia dapatlah menjadi pahlawan. Minimal pahlawan bagi dirinya. Negara kita saja memperdebatkan siapa-siapa yang berhak menyandang gelar tersebut, ah, ngapain mikirin hal itu, yang pasti saya hanya merasa ada satu syarat yang musti dilakukan agar kita layak diberikan gelar pahlawan, yaitu memberikan manfaat bagi orang lain. Dengan melakukan hal tersebut selayaknya kita dapat menjadi pahlawan. Sangat mudah. Bahkan sebuah bintang kecil pun bersinar dalam kegelapan (Pepatah Finlandia)

Minggu, 17 Februari 2008

Adzan Terindah

Jakarta banjir, begitu pula di sekitar kantor Jumat itu, saya dengan rekan berusaha keluar darinya. Dengan menggunakan mobil teman, diiringi perasaan sedikit was-was kita keluar dari jebakan tersebut. Dan akhirnya, setelah lepas dari jebakan banjir, saya memutuskan untuk pulang ke kampung halaman, karena memang kebetulan besoknya libur akhir pekan. Namun sebelum pulang ke Majalengka, saya mampir terlebih dahulu ke Bandung, melihat usaha yang dimiliki dan juga rekan-rekan pengelolanya. Sore itu, tanpa mengalami hambatan, saya langsung menuju Bandung, dan langsung ke tempat rekan-rekan yang kala itu dikabarkan sakit. Dan ternyata ketika saya melihat mereka, keduanya terkapar, yang satu sakit flu berat, dan yang satunya lagi sakit gejala deman berdarah. Sudah 2 hari bisnis kita tutup kerena keduanya sakit. Di malam yang tidak ceria itu, saya memberikan dukungan kepada keduanya, dengan candaan untuk mendorong mereka menjadi bersemangat. Entah mengapa, malam itu suasana memang tidak seperti biasanya, tidak ada senyum ceria dari mereka. Mereka tergolek lemah. Rekanku Jamil [Abeng] yang selama ini selalu ceria tak mampu lagi tersenyum walau hanya sesaat, badannya sedang bertarung dengan sakit yang dideritanya. Akhirnya saya pun pergi tidur dan langsung terlelap malam itu. Betapa kagetnya ketika Jamil membangunkanku pukul 4 lebih 15 pagi. Ia berbisik lembut di telingaku, “ Bapak sudah tiada”, aku langsung kaget “ Inna lillahi wan inna ilaihi roojiun”, sontakku. “Mau pergi sekarang atau nanti siang a”, ujarnya tabah. Aku jawab “Berangkat sekarang saja, tapi tunggu pukul 5 pagi, karena bis yang ke Majalengka adanya pukul 5 pagi dari Bandung”. Tanpa menunggu waktu langsung kita bersiap dan berangkat menuju Majalengka. Di tengah perjalanan, saya hanya terdiam, dan sesekali melirik sahabat saya itu, hati ini miris, seumur hidupku, baru kali ini saya menemani orang yang akan melihat ayahnya pergi untuk terakhir kalinya. Di perjalanan, ia hanya terdiam dan terdiam, sesekali mendapatkan telepon dari keluarganya, mereka bertanya, sudah sampai di mana?, dan setiap lima belas menit telepon berbunyi lagi untuk menanyakan posisi terakhir. Dan begitu seterusnya. Keluarganya di telepon berkata, bahwa mereka tinggal menunggu Jamil, jika ia sudah datang dan melihat ayahnya untuk terakhir kali, langsung akan dimakamkan. Kala itu saya langsung teringat kembali ke masa lampau, ayahnya adalah sahabat ayahku, sama-sama penggemar tenis meja. Mereka bersahabat sedari kecil, begitu pun aku dan Jamil, kita bersahabat sedari kecil, juga hobi bermain tenis meja. Sudah 2 tahun terakhir ayahnya sakit keras. Serasa waktu merenggut kita kala itu, mobil bis yang kita tumpangi rasanya tidak sampai-sampai. Setelah tiga jam setengah, akhirnya kita sampai ke Majalengka, langsung menuju rumah Jamil. Di rumah duka, ia bertemu dengan ayahnya yang telah tiada untuk terakhir kalinya, ia cium kening ayahnya. Air mata yang tertahan selama di perjalanan, akhirnya merembes di pipinya. Jenazahnya langsung dibawa ke pemakaman. Di pemakaman, liang lahat yang sudah dipersiapkan telah menunggu jasad ayahnya. Dan sebelum jasadnya diturunkan. Adzan berkumandang……hatiku langsung teriris… inilah Adzan terindah yang aku dengar, indah sekali…indah dan saya serasa diingatkan…. Ketika kita lahir kedua telinga kanan dan kiri di kumandangkan adzan dan akhirnya ketika kita meninggal kitapun dimumandangkan adzan… Kullu nafsin dzaaiqatul maut. AllahumaghfirlaHu warhamHu wa’afiHi Wa’fuanHu… Usia ayahnya sama dengan usia nabi Muhammad ketika wafat.

Senin, 14 Januari 2008

2 Kejadian Penting

Sebulan lalu, 2 kejadian menimpa saya dalam waktu berdekatan. Kejadian yang mengguncang hati sekaligus memberi peringatan dan pelajaran. Waktu itu, ketika saya berencana berangkat ke Bandung dari Malengka dan kemudian diteruskan ke Jakarta. Tujuan transit dulu ke Bandung adalah menghadiri pernikahan kawan kantor. Tidak seperti biasanya, saya ke Bandung kali ini menggunakan sepeda motor di bonceng oleh adik saya yang kebetulan akan ke Bandung. Sebelum berangkat, hati memang sudah tidak enak, entah kenapa, ketika di perjalanan akhirnya saya bertabrakan dengan motor, walau sudah hati-hati, namun kecelakaan tersebut tidak terhindarkan (maaf tidak diterangkan mengapa sampai terjadi kecelakaan tersebut). Di jalan raya yang besar tersebut banyak kendaraan yang simpang siur, kita dinaungi oleh-Nya. Kami di tolong oleh masyarakat sekitar, akhirnya kami di ajak ke rumah seseroang yang menolong, ia begitu ramah, memberi makanan dan minuman, menenangkan, dan menyediakan tempat tidurnya untuk kami. Ia tidak fokus terhadap masalah yang terjadi melainkan memfokuskan terlebih dahulu akan orang yang celaka. Di rumahnya ini, yang dindingnya tidak bertembok namun hanya menggunakan bilik, saya memperoleh anugrah, ditemukan dengan orang yang senang dan tulus menolong. Dan pada hari itu juga saya melanjutkan perjalanan ke Bandung. Sekitar 3 minggu setelah kejadian itu, saya pulang dari Jakarta menuju kampung halaman, Majalengka, dengan buru-buru saya berangkat dari kantor menuju Gambir, menggunakan ojeg motor agar cepat sampai agar tidak ketinggalan kereta, sudah kangen sama anak dan istri di kampung, namun di tengah perjalalan saya mengalami kecelakaan lagi, menabrak mobil, jatuhlah saya di tengah jalan raya yang ramai, di beberapa tempat saya mengalami luka, ketika jatuh tersebut di tengah jalan raya, saya di tolong oleh orang-orang, dipinggirkanlah saya dengan di gendong oleh dua orang, saat itu saya benar-benar tidak dapat berdiri. Dua orang ini begitu perhatian dan ramah, ia tunggui saya, kemudian memberi saya obat luka, dan ketika saya bisa benar-benar berdiri dan pulang, kedua orang ini memapah saya menuju taksi yang mengantarkan saya kembali ke tempat kosan. Minggu itu saya tidak dapat menemui keluarga di kampung. Kejadian ini memberikan hikmah besar bagi saya, bahwa jika bepergian namun tidak enak hati, saya harus berfikir lagi, apakah jadi atau tidak, yang kedua, jika menggunakan kendaraan kita harus hati-hati dan melihat sekitar, walau kita sudah hati-hati mungkin saja orang lain tidak hati-hati dan yang terakhir saya memperoleh hikmah penting, bahwa masih banyak orang yang tulus menolong di sekitar kita. Terima kasih kepada orang-orang yang telah menolong saya dengan tulus... Terima kasih Tuhan, saya selalu diingatkan.....

Selasa, 08 Januari 2008

Konsisten

Beberapa waktu lalu saya datang ke suatu dealer resmi Toyota, tentu saja untuk melakukan perbaikan mobil yang sudah masanya untuk di service, maka datanglah saya ke Dealer A (dirahasikan namanya, karena menyangkut etika), dan alangkah terkejutnya saya ketika di area parkir Dealer mendapati tempat parkirnya penuh, kebetulan hari itu saya masuk pada jam yang sibuk di bengkel, namun salah seorang security di Delaer tersebut proaktif menawarkan bantuan, ’Silakan bapak langsung saja ke dalam, nanti parkirnya saya carikan, mohon kuncinya di tinggal saja’, wah ternyata securitynya baik sekali, seperti di Hotel saja, memberikan bantuan untuk memarkirkan mobil (valet), namun sudah tentu di bengkel ini gratis, tanpa harus bayar layaknya di hotel. Dan setelah pulang dari bengkel tersebut, saya merasa puas karena dari awal di layani dengan baik. Kemudian di lain waktu saya datang lagi ke bengkel tersebut, dan kebetulan pada waktu itu bengkel tersebut ramai sehingga parkirnya penuh, namun karena sebelumnya saya pernah memperoleh pengalaman yang baik di bengkel ini, maka sayapun langsung yakin pasti akan di bantu untuk mencarikan tempat parkir. Namun, ternyata hal tersebut tidak terjadi, security yang ada di sana bilang kepada saya, ”Maaf pak, parkirnya sudah penuh”, tanpa memberikan solusi, akhirnya saya tidak jadi service di bengkel tersebut, dan memutuskan mencari bengkel lain, maka datanglah saya ke bengkel B. Ketika sampai di bengkel ini, saya langsung memarkir kendaraan, dan pada waktu itu securitynya dengan sigap mendatangi dan menunggu di luar mobil sampai saya ke luar dari mobil, dan ketika saya keluar, ia dengan sigap pula mendampingi saya menuju showroom, dan dengan ramah ia menunjukkan tempat yang saya akan tuju. Akhirnya saya yang sudah punya pengalaman tidak enak dengan Dealer A memutuskan untuk pindah ke bengkel B untuk melakukan service. Dan saya pun datang keduakalinya ke bengkel B, saat datang ke bengkel, saya di sapa oleh seorang satpam yang ramah, kemudian ia menunggu sampai saya keluar dari mobil dan kemudian mendampingi saya menuju showroom dan menunjukkan tempat yang akan saya tuju. Saya memperoleh pelajaran dari kejadian ini, bahwa pelayanan yang hebat (di tunjukkan oleh Dealer A) ternyata akan bermasalah jika tidak dijalankan secara konsisten. Sementara pelayanan yang biasa saja atau baik namun dijalankan dengan konsisten akan lebih di hargai... If we serve customer, we have to be consistent

Kamis, 03 Januari 2008

Mug Indah

Di sela kesibukan saya bekerja, seseorang teman tiba-tiba menghampiri saya, kemudian ia memberikan sesuatu kepada saya, ia bilang, Man ini ada hadiah buat si kecil, ia sodorkan dalam bungkusan. Dia memberikan suatu hadiah mug dan di dalamnya ada pakaian buat bayi, kemudian mug yang di dalamnya terdapat pakaian tersebut di bungkus dengan plastik berwarna. Saya ucapkan terima kasih, menurutku ini merupakan salah satu bentuk care seorang teman yang baik, namun saya lebih terkejut lagi ketika membuka bungkusan yang menutup mug tersebut, ternyata mug tersebut bergambarkan kumpulan foto anak-anak saya, surprise... Selama ini memang saya biasa hampir tiap dua minggu menyebarkan gambar-gambar anak saya melalui email kepada teman-teman kantor untuk memberikan kabar mengenai pertumbuhan anakku, karena di kantorku hal tersebut sudah biasa (katanya kita semua adalah keluarga), dan tak dinyana, temanku secara tiba-tiba memberikan surprise mug bergambar anakku. Yang aku fikirkan sekarang adalah bagaimana temanku itu terus mengumpulkan foto anakku selama berbulan-bulan kemudian mencari pengrajin mug yang bisa menempelkan foto anakku, kemudian menghabiskan waktunya untuk hal tersebut, ah, dia mungkin sudah menghabiskan waktu untuk hal ini. Thanks mbak Prim. Jika hal ini di terapkan di bisnis, yaitu memberikan pelayanan yang surprise, barang tentu pelanggan akan terhenyak dan sulit melupakan moment tersebut, dan akhirnya loyal kepada kita.

Selasa, 01 Januari 2008

Komunitas Eksotis

Saat ini memang tidak mudah mencari orang yang tulus membantu. Di kota besar malah sudah mulai terbentuk kehidupan yang individualistis, kalau bukan urusan saya, maka tidak akan dipedulikan urusan orang lain. Lingkungan sekitar pun sudah tak dipedulikan lagi. Sudah banyak orang yang kesulitan untuk melakukan sosialisasi dengan masyarakat sekitar karena memang sudah mulai terjebak dengan rutinitas kerja yang sangat menyedot waktu, sehingga waktu merupakan perhiasan yang amat berharga saat ini, yang pada akhirnya kita mulai tidak peduli. Alangkah indahnya bila kita menemukan tidak hanya individu yang tulus namun malah komunitas yang tulus, dan ternyata saya temukan komunitas tersebut di negeri ini. Ketika liburan lalu saya berangkat ke pulau yang kata orang merupakan salah satu pulau terbaik di jagad ini, pulau yang dikata lebih masyur daripada nama negaranya, Bali, saya menemukan secercah keindahan yang jarang ditemui. Ketika itu, salah satu alternative terbaik mengelilingi pulau ini adalah dengan menggunakan sepeda motor, agar lebih menikmati proses perjalananannya dan menikmati segarnya udara Bali. Akhirnya saya memilih sepeda motor untuk mengelilingi beberapa tujuan wisata di pulau Bali. Tentu sepeda motor sewaan. Di mulai dari Denpasar menuju Kuta, di persimpangan jalan saya kebingungan mencari jalan yang tepat, akhirnya saya membuka peta di pinggir jalan, masih di atas sepeda motor, ketika sibuk mencari jalan di peta, saya dihampiri oleh seseorang, dan ia pun dengan ramah menanyakan ke mana tujuan saya, dan akhirnya ia pun menunjuk jalan yang akan saya tuju. Sudah hampir satu kilometer dari tempat tadi saya mulai kebingungan lagi mencari jalan, sehingga terpaksa lagi membuka peta, namun ketika membentangkan peta kembali, seseorang yang mengendari sepeda mendekati, dan berkata, what can I do for u sir?, untuk kedua kalinya aku di bantu kembali, dan akhirnya saya dengan menggunakan bahasa Indonesia tentunya menanyakan kemana tempat yang akan di tuju, dan ia pun dengan ramah memberitahukan jalan tersebut. Ternyata saya sudah mulai merasakan ketulusan di pulau ini, dan yang ketiga, saya akan mencoba apakah hal tersebut apakah akan terulang lagi?, dan kemudian tidak jauh dari tempat itu, secara sengaja saya buka kembali peta, dan benar, sayapun dihampiri lagi oleh seorang pengendara motor, what can I do for u sir…. Sungguh komunitas yang eksotis…

Kamis, 20 Desember 2007

3 Bungkus Kopi

Seorang bapak tua, kira-kira umurnya sekitar 60 tahunan, menyapa 2 orang temanku, pengelola toko ini, dengan sapaan yang ramah, ia sapa pula aku dengan ramah. Ia penggemar tenis meja yang fanatik, sama denganku, boleh dibilang ia sangat sangat fanatik, sebentar sebentar dari mulutnya keluar kata-kata spin, smash, chop, karet Mark V, kayu Butterfly, flick, footwork, bintik setan dan hal lainnya yang tentu saja ulasan yang ia lontarkan berkenaan dengan dunia tenis meja. Bapak tua itu begitu bersemangat jika berceritera tentang tenis meja, tidak habis satu katapun bila berceritera tenis meja, semangatnya berkobar jika disinggung mengenai tenis meja. Bapak itu memperlihatkan umur tidak jadi patokan untuk tidak bersemangat, pelajaran pertama darinya mengenai tidak pernah pupus harapan dan semangat. Hari itu, ia datang ke toko ini, toko khusus peralatan tenis meja, kebetulan aku sedang berada di toko ini. Di toko ini, Ia kemudian keluarkan 3 bungkus kopi dari kantongnya, dan ia bilang kepada temanku, pengelola toko, Seduh ya mas. Kebetulan di toko ini terdapat 2 orang pengelola toko, jadi jumlahnya 3 dengan bapak tua itu, dan ia membawa 3 bungkus kopi siap di seduh, dan ia berkata kepadaku mohon maaf hanya membawa 3 bungkus dan ia menawarkanku satu bungkus bagiannya untukku, dan aku serta merta menolak dengan halus, dan berkata kepadanya bahwa barusan sudah ngopi, walau kenyataannya belum. Ah baiknya pak tua ini pikirku, ia datang ke toko ini tidak hanya sekedar untuk membeli perlengkapan tenis meja saja, melainkan juga dengan membawa 3 bungkus kopi siap seduh. Pelajaran kedua darinya, ia berbagi. Menurut temanku yang juga pengelola toko tersebut, setiap pak tua datang ia selalu membawa sesuatu, entah makanan, minuman ataupun lainnya. Dan jika di toko ia bisa menghabiskan waktu sampai 2 jam hanya untuk sekedar mengobrol saja. Pak tua ini akhirnya mengobrol denganku, kebetulan di toko itu tersedia beberapa kursi sehingga pelanggan dapat duduk dan mengobrol di sana, ia berceritera bahwa ia merasa nyaman di toko ini, pengelolanya ramah, faham tentang tenis meja dan asik bila diajak ngobrol, dan yang pasti katanya ia selalu diantarkan menyebrang jalan jika menggunakan angkot (angkutan kota). Pelajaran ketiga, aku dapatkan dari para pengelola toko itu, bahwa melayani dengan ramah dan tulus akan memperoleh ganjaran, dan hari itu ganjaran yang mereka dapat adalah pelanggan membeli produknya dan memberi kopi... Ah, wangi benar kopinya...

Kamis, 06 Desember 2007

BOS

Bos, transfer dari Bali tolong di cek. Ujarnya penuh semangat. Hati ini langsung saja tidak enak, Abeng sudah mulai berani memanggil kata-kata yang tidak sesuai dengan pribadi ini. Bayangkan, diri yang masing banyak bon di sana sini, cicilan yang menggunung, perut yang belum kelihatan membuncit, usia yang masih dibilang belum bangkotan, sudah di panggil kata-kata tak pantas tadi, Bos. Aku langsung mengerahkan kekuatan penuh untuk menekan Abeng, bahwa jengah benar diri ini dipanggil bos, bahkan dengan nada mengancam agar ia tidak lagi memanggil kata tersebut. Bayangkan betapa gak enak kita dipanggil bos oleh seorang sahabat yang selama ini telah kita kenal. Namun kata-kata tersebut terus saja keluar dari mulutnya sampai detik ini tidak pernah sedikitpun merubah kekukuhannya memanggil bos. Bos, sudah makan, Bos sudah di transfer? Bos mau ke mana? Bos, bos, bos... Bayangkan sampai urusan yang tidak ada hubungan dengan bisnispun ia panggil bos, bahkan dia sudah kurang ajar, di depan orangtuaku ia panggil aku bos. Tetap saja hati ini tidak terima juga, karena memang tidak pantas. Menurutku bos adalah panggilan buat orang kaya yang penghasilnnya minimal di atas 50 juta, tidak punya utang, perut buncit, sudah punya usia serta berpenampilan gentlemen, nah, aku sendiri belumlah seperti itu. Dan akhirnya aku punya cara yang tepat agar ia tidak memanggil kata itu lagi, siasatnya ialah ia kupanggil bos. Bos dibalas dengan bos. Impas Nah, akhirnya iapun mulai goyah pertahanannya, ia jengah, ia kesal. Bos Abeng, apakah hari ini kita akan datang ke suplier kita, ujarku. Langsung ia ralat pertanyaanku. Bukan menjawab isi pertanyaan tadi, malah menyangkal konteks pertanyaanya. Ia langsung berkata, bos adalah perkataan kurang pantas buatku, ia berseru, yang pantas adalah kau. Tidak kuladeni sedikitpun seruannya itu, hanya senyum simpul saja yang tersungging dimulutku. Dan ia memburu, dan terus aku tak pedulikan seruannya. Dan akhirnya ia menyerah, memberikan bendera putihnya, ia berjanji kata-kata bos tidak akan pernah lagi keluar dari mulutnya. Dan dimulainya kesepakatan damai tersebut, ia nyatakan gencatan senjata, sehingga membuat hati ini lebih tenang. Namun apa daya, beberapa hari berlalu ia mengkhianati gencatan senjata tersebut, ia panggil aku bos lagi. Dan mulailah aku bosan, bosan perang lagi. Setiap kata berkaitan dengan pemanggilan namaku ia ganti dengan kata bos. Mulai saat itu, kata-kata tersebut seperti angin lalu, karena telah manancap di alam bawah sadarku. Tidak apalah kataku, karena di kantorpun saya panggil teman sejawatku bos, dan aku panggil mereka juga bos. Di Jakarta semua orang saling panggil dengan kata bos. Saat ini, kata-kata bos tidak berarti bos.

Kamis, 29 November 2007

Kesadaran

Sahabat, adalah seorang penyejuk hati, sahabat adalah pengobat hati, sahabat adalah pengisi kekosongan hati. Begitulah sejak masa kecil, saya mempunyai beberapa orang sahabat yang begitu dekat, yang mengisi kekosongan hati. Tanpa terasa, usia ini terus bertambah tanpa kompromi. Namun, sahabatku sedari kecil tetaplah menjadi sahabatku. Seorang sahabat malah sampai saat ini menjadi partner bisnisku, ia adalah Jamil, tetanggaku di kampung dulu. Kehadirannya dalam hidupku telah banyak membawa warna-warni cerita. Mulai dari menyebalkan, menyenangkan, sampai dengan menyedihkan. Dan yang terpenting, ia telah mengajariku tentang arti hidup. Ia selalu mengajariku untuk selalu bahagia di setiap saat. Pergaulannya begitu luas, seluas samudera, banyak orang yang mengenalnya, dan begitu pun sebaliknya. Senyuman dan keceriaan selalu ia tampilkan keseluruh orang yang ia temui. Hidupnya selalu dipenuhi dengan kesadaran. Pernah ia berkata, perbanyaklah senyum, karena dengan senyuman dunia akan tersenyum bersamamu, hingga mereka tidak akan pernah kapok bertemu dengan kita. Dengannya aku telah banyak belajar kehidupan.

Senin, 12 November 2007

Tuk Ibu..

Adakah ungkapan yang lebih agung dari terima kasih?
Jika ada ungkapan yang lebih agung dari ucapan terima kasih, akan aku persembahkan kata tersebut kepada seorang teman, sahabat sekaligus istriku ….
Karena dengan dia, aku telah mengarungi hidup ini dengan banyak hal yang berwarna laksana pelangi indah yang terhampar di angkasa. Dia telah mengajariku untuk bersabar. Dia telah mengajariku untuk selalu bersemangat. Dia telah mengajariku untuk lebih telaten. Dia telah mengajariku untuk tidak rakus akan dunia ini. Dan banyak hal lain yang telah ia ajarkan tanpa ia harus berkata-kata… Tidak ada satu pun yang membuat hati ini bergembira laksana kembang api yang merebakkan apinya. Tidak ada satu pun yang membuatku bangga akan laku sikapnya. Dialah ia, teman, sahabat, sekaligus istriku tercinta Ternyata tanpa disadari, aku sudah hampir 10 tahun mengenal dan dekat dengannya. Semakin hari semakin aku mengenal ia lebih dekat, lebih tahu, dan lebih faham tentang dirinya. Dirinya yang lembut, dirinya yang selalu mengalah, dirinya yang sabar, dirinya yang selalu berkorban untuk keluarga. Ah.. dialah pujaanku. Tidak terasa, di hari ini, ia telah melewati hari2nya di dunia ini sebanyak hitungan 29 tahun Masehi. Di usia ini seseorang telah begitu faham dan dewasa menghadapi apa yang ia lalui. Di usia ini, seseorang telah faham apa yang akan ia tuju. Semoga ibu tambah semangat mendidik Khosyi dengan didikan positif. Selamat ulang tahun ya bu… (Ayah dan Khosyi)

Rabu, 07 November 2007

Pada Akhirnya

And in the end, the love you take is equal to the love you make The beatles Beatles, grup musik yang selalu peduli terhadap masalah kemanusiaan ini menyuguhkan ungkapan yang begitu mendalam, membuat kita semakin tersadar akan arti hubungan antarmanusia. Konsep yang di tuangkan oleh beatles sangatlah sederhana, ‘Cinta yang kita terima sama dengan cinta yang kita berikan’, begitulah kira-kira ungkapan di atas. Apapun yang kita berikan akan ada balasnya, kita menanam, kita menuai itulah kira-kira gambaran tepatnya. Saya sendiri merasakan bagaimana kata-kata tersebut bekerja pada diri ini. Contoh kecil saja, ketika saya tersenyum kepada orang lain, orang lain langsung membalas saat itu juga. Ketika saya dengan suka cita menyapa setiap orang yang bertemu, orang lain dengan senyumnya membalas. Di keseharian, ketika cinta kita sebarkan, banyak tidak terbalas secara langsung, namun saya yakin dengan teori energi. Energi yang masuk sama dengan energi yang keluar. Cinta yang kita keluarkan akan terbalas. Banyaklah cinta yang kita buat, tanpa harap dibalas. Sebagai manusia, saya seringkali lupa, lupa membagi cinta tersebut, kadang karena ego, ego sebagai manusia. Tidak mau kalah, merasa lebih tinggi, tidak berfikir positif dan banyak lagi yang lainnya, hingga cinta tersebut tidak keluar dari diri ini. Saya berusaha terus agar cinta tersebut terus keluar dari diri ini… Mudah2an saya selalu sadar untuk memberi cinta…

Indah

Tak terkecuali, semua yang INDAH dihargai… Dihargai oleh hati Dihargai oleh pikiran Dihargai oleh pendengaran Dihargai oleh rasa Dihargai oleh penciuman Dihargai oleh tatapan Dihargai oleh ucapan Dihargai oleh banyak insan Bahkan dihargai oleh materi….. Begitulah hidup Biarlah hal INDAH saja yang muncul dari KITA…………………

Minggu, 28 Oktober 2007

Malu

Malu sekali diri ini setelah membaca novel Laskar Pelangi, karya Andrea Hirata. Begitu menyentuh, begitu menginspirasi, begitu dahsyat, baru hari kemarin saya selesaikan buku tersebut. Sungguh terhanyut membaca buku yang menginspirasi ini. Hanya saja tidak merasa beruntung karena baru hari ini membaca buku tersebut, padahal sudah sejak 2 tahun lalu buku tersebut berserakan di toko-toko buku. Dikaryanya saya banyak di buat malu. Malu karena dengan keadaan nyaman seperti ini saja, masih berani mengatakan malas, malu kepada begitu kerasnya apa yang diusahakan oleh segerombolan orang kampung Belitong untuk menggapai cita-cita walau tanpa harap. Mereka bilang “Di Sekolah ini, kita tidak mendahului nasib kita”. Intinya berusahalah, karena kita tidak tahu nasib kita ke depan. Dan banyak lagi cerita dan hikmah yang dihamburkan di buku ini. Luar biasa ceritanya ini tidak terlepas dari Andrea yang mengolah kata-kata, lihatlah contoh rangkaian kata karyanya ini : Dan ternyata jika hati kita tulus berada di dekat orang berilmu, kita akan disinari pancaran pencerahan, karena seperti halnya kebodohan, kepintaran pun sesungguhnya demikian menjalar. Orang cerdas memahami konsekuensi setiap jawaban dan menemukan bahwa di balik sebuah jawaban tersembunyi beberapa pertanyaan baru. Pertanyaan baru tersebut memiliki pasangan sejumlah jawaban yang kembali akan membawa pertanyaan baru dalam deretan eksponensial. Sehingga mereka yang benar-benar cerdas kebanyakan rendah hati, sebab mereka gamang pada akibat dari sebuah jawaban. Konsekuensi-konsekuensi itu mereka temui dalam jalur-jalur seperti labirin, jalur yang jauh menjalar-jalar, jalur yang tak dikenal di lokus-lokus antah berantah, tiada berujung. Banyak metafor metafor ia keluarkan di bukunya. Ah Indahnya. Saya begitu jadi bersemangat ingin menulis seperti halnya Andrea. Makasih Andrea, Anda telah membangkitkan rasa melankolis, rasa positif dan optimis dalam diri ini.

Selasa, 09 Oktober 2007

Berbisnis

Benar juga apa yang dikatakan orang pintar, bahwa kecenderungan orang akan berkumpul bersama jika memiliki kesamaan, apakah kesamaan fisik, kesamaan latar belakang, kesamaan hobi, kesamaan kerjaan, kesamaan pendidikan dan banyak lagi. Nah, hal itulah mungkin yang menjadi latar belakang saya berkumpul kembali dengan teman-teman lama ketika kuliah, karena kesamaan latar belakang pendidikan, kesamaan tukang ngumpul, kesamaan tukang saling cela, kesamaan tukang maen dan banyak lagi kesamaan lainnya. Kumpul dalam rangka buka bersama memang merupakan suatu ritual yang kami lakukan di setiap tahunnya, selain di hari biasa memang susah bertemu karena kesibukan masing-masing juga bulan puasa biasanya dijadikan ajang yang tepat makan bersama. Kumpul-kumpul tersebut di isi dengan mengenang masa lalu serta membahas sedikit mengenai progress teman-teman lainnya. Dari beberapa teman yang hadir ternyata sudah ada beberapa yang jadi manager, kemudian ada yang menduduki jabatan penting, bahkan sudah ada yang menjadi General Manager. Hebat padahal baru beberapa tahun saja kelar kuliahnya. Well, memang menarik sekali pertemuan tersebut. Namun yang lebih menarik adalah semua orang teman saya yang notabene semuanya kerja kantoran mulai tertarik ke bisnis. Wah ternyata teman-teman sudah mulai gak betah sebagai kuli di perusahaan, padahal baru beberapa tahun saja kerja. Saya sendiri memang sudah menjalankan bisnis dari semenjak kuliah, dan sampai sekarang masih berjalan, alhamdulillah sudah mulai berkembang. Sehingga teman lainnya ada yang menanyakan tentang perkembangan bisnis tersebut dan tertarik mendengarkan. Sementara saya, sekarang sih masih kerja dulu sambil mengotrol terus bisnis yang sedang di jalankan. Maklum belum masih berani, namun jika memang sudah kuat mudah2an sih akan fokus di bisnis. Yang pasti, dengan bisnis kita dapat menghasilkan, tanpa kita perlu terlibat. Tertarik kah Anda?