
Kamis, 29 Januari 2009
Objek Menjadi Subjek

Ahh...
Pukul 17.30 saya tinggalkan kantor.
Di bulan Januari ini ternyata matahari masih menampakkan diri di pukul itu, kebetulan seharian tidak ada hujan, padahal hari kemarin hujan turun seharian dan menggenangi banyak daerah di Jakarta. Saya sendiri akhirnya mengambil jalan yang sangat jarang dilalui jika pulang menuju kosan, yaitu melalui Danau Sunter, hanya karena ingin melihat matahari menebarkan cahayanya di danau serta ingin merasakan ketenangan yang diberikan oleh danau.
Banyak orang duduk di pinggir danau, ada yang berjalan kaki, naik sepeda, yang paling banyak adalah pengguna sepeda motor, sama seperti saya. Sepertinya mereka semua ingin menikmati bius tenangnya Danau Sunter.
Ternyata banyak juga orang memancing di danau itu, entah ada ikannya atau tidak, yang pasti sepertinya mereka tidak berharap banyak, yang mereka harapkan adalah ketenangan hati ketika memancing.
Penjual kaki lima dan warung bertebaran di pinggir danau, mulai dari yang menjajakan sekedar minuman sampai dengan rumah makan, menjadikan pinggiran Danau menjadi alternatif bagi siapa saja yang lewat untuk beristirahat sejenak sambil menikmati minuman yang dijajakan.
Riak air yang dihasilkan dari tiupan angin benar-benar memberikan pemandangan yang indah, kilau yang dipantulkan sinar matahari memberikan kesan mendalam.
Sepuluh menit cukup untuk memberikan kesan bagi diri. Dan akhirnya saya pulang. Dari lurusan jalan Danau Sunter akhirnya motor diarahkan menuju ke arah Hotel Sunlake dan langsung pulang ke tempat tinggal. Kendaraan hanya dipacu kira-kira 30 kilometer perjam, santai.
Di tengah perjalanan ketika tepat belokan pertama dari jalan Danau Sunter, ketenangan saya mengendarai motor, dikejutkan teriakan ”Ahhhhh.....” Seorang bocak berteriak
Bocah kecil botak itu kira-kira berumur 7 tahunan, sedikit kumal pakaiannya, berteriak dari atas sepedanya yang berhenti, memandang ke arah tengah jalan yang baru saja dilewati oleh sebuah mobil. Dan ternyata di situ terdapat satu bungkus Indomie gepeng, remuk dan isinya sedikit berhambur terlindas mobil tadi. Dalam santai sambil mengendarai sepeda motor saya melihat kesedihan di mata anak itu.
Beberapa meter dari bocah laki-laki tadi ada perempuan seumur dia yang menggunakan sepeda juga berhenti sambil menatap Indomie tadi, wajahnya menggambarkan kekecewaan. Di stang setir sepedanya saya lihat terdapat kantong plastik besar berwarna merah bening berisi banyak Indomie. Dugaaan saya, Indomie itu jatuh dari kantong plastik sepedanya.
Apakah mereka berdua disuruh orangtuanya untuk berbelanja Indomie atau disuruh membawa plastik Indomie dari rumahnya, saya tidak tahu. Sepertinya Indomie tersebut mereka akan jual di pinggir danau...
Mungkin bagi kita kebanyakan apalah arti sebungkus Indomie, entahlah bagi mereka berdua....
Rabu, 07 Januari 2009
Riak Air
Akhirnya, setelah pukul 21.00 WIB air hujan tak turun barang setetes pun. Maka pulanglah diri ini menggunakan si Jalu, motor kesayangan.
Katanya hujan dimulai kira-kira pukul 19.00 WIB, saya tidak mengetahuinya, waktu itu saya sedang berjibaku dalam permainan tenis meja di lantai satu kantor. Tak terdengar setetes pun air hujan turun.
Di pukul 20.00 WIB ketika telah kelar berjibaku, pulanglah saya.Ternyata hujan masih turun, sehingga saya urungkan niat untuk pulang, menunggu awan tak sanggup meneteskan lagi airnya. Dan menunggulah saya.
Pukul 21.00 WIB, saya keluar dari area kantor, langsung terkejut, sudah ada genangan air rupanya di depan kantor, kira-kira semata kaki lebih tingginya. Secepat inikah air berkumpul, hanya kira-kira tidak lebih dari dua jam hujan turun, air telah menampakkan kekuatannya.
Berjalanlah si Jalu menembus genangan air dengan penuh riak di sana sini. Jalan tersendat. Sebelum pertigaan yang mengarah ke kantor pusat Astra, terdapat gerombolan orang-orang, terdapat beberapa orang polisi, beberapa orang ABRI, dan yang mengejutkan terdapat mobil pemadam kebakaran terparkir di kerumunan itu di pinggir halte bis sebelum belokan ke kantor pusat Astra. Di suasana udara dingin selepas hujan dan masih banyak genangan, mobil pemadam kebakaran menampakkan kegagahannya, sungguh aneh.
Lewatlah saya di kerumunan itu, semua orang tertuju kepada parit yang ada di di pinggir dan di bawah halte. Airnya banyak dan meluap, karena hujan besar yang baru usai. Di pinggir kerumuman saya lihat ada seorang ibu yang sedang ditenangkan hatinya oleh seorang wanita muda. Ibu itu duduk bersimpuh di bawah tegel halte, menangis tersedu, memejamkan maja. Saya trenyuh melihatnya.
Saya berhenti barang sejenak untuk bertanya, apakah gerangan yang terjadi? Saya Tanya pada seorang bapak yang kebetulan sedang melihat ke gerombalan yang sedang sibuk melihat ke arah parit yang luber airnya. “Ada apa Pak?” ujar saya, “Ada anak kecil tenggelam di parit kecil itu.” Ujarnya sambil menunjuk parit yang airnya.
Serta merta hati ini langsung terpaku menatap ibu yang duduk bersimpuh lunglai di tegel itu. Akankah ia ditinggalkan oleh anaknya malam itu.
Memang tak habis pikir, parit kecil itu dapat menghanyutkan seorang anak, namun apa daya jika air telah memperlihatkan kekuatannya.
Tak kuasa melihat ibu itu, saya langsung teringat akan si kecil di rumah. “Ibu dede lagi apa?” ujarku, “Udah tidur kok, barusan,” istriku menyahut di HPku.
Takdir selalu akan menemui kita di mana pun, kapan pun. ..
Selasa, 30 Desember 2008
Ulang Alam
Sebenarnya manusia ngikut apa yang telah alam (Bumi) tandakan.
Alam ini ternyata berulang setiap telah berusia 12 bulan. Entah siapa sebenarnya yang awalnya tahu alam ini berulang kembali setelah 12 bulan. Yang pasti, karena manusia adalah pengamat segala sesuatu, sehingga dengan mengetahui tanda-tanda dari alam ini, mereka menemukan bahwa alam akan berulang setelah 12 bulan. Dan karena alam berulang setelah 12 bulan, maka manusia pun akhirnya ikut atas ketentuan alam itu, mereka menyatakan bahwa perulangan akan terjadi setelah 12 bulan yang disebut tahun. Alasan penyebutan menjadi tahun sederhana saja, supaya lebih pendek mengatakan tahun dibanding 12 bulan, mungkin.
Banyak versi mengenai penetapan ulang tahun alam ini, tapi intinya walaupun penetapannya beda, secara umum menggunakan 12 bulan perulangan. Untuk saat ini, ketetapan yang paling banyak diikuti oleh manusia di bumi adalah yang menggunakan ketetapan bulan (Hijriah) dan matahari (Masehi).
Alam berulang tahun, maka manusia ikut pula ingin seperti alam, berulang tahun. Jika manusia berulang tahun, maka dirayakan dan direnungi hanya oleh manusia bersangkutan. Namun jika alam berulang tahun, maka semua manusia merayakan serta merenunginya.
Setiap perulangan yang terjadi adalah patokan. Patokan yang dijadikan acuan penilaian kinerja hidup kita selama setahun ke belakang, dan patokan yang dijadikan acuan apa yang akan kita lakukan untuk setahun ke depan.
Perusahaan menentukan target setiap tahun, organisasi menentukan target setiap tahun, pemerintah menentukan target setiap tahun, institusi pendidikan menentukan target setiap tahun, apapun, sekarang ternyata sesuatu dibuat untuk mengejar target. Lembaga nirlaba pun memiliki target walau parameternya bukan laba.
Kita pun tentu harus memiliki target. Tujuannya adalah agar tetap dapat selaras dengan alam ini, sehingga tidak tertinggal dengan alam yang mulai tidak ramah ini.
Dan jika ditanya seberapa besar target yang harus di capai? Ah mudah saja, ikut saja resep dari kanjeng Nabi, ‘Beruntunglah bagi seseorang yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan esok lebih baik dari hari ini.’ Intinya, kita harus terus memperbaiki diri…
Di tahun ini, ternyata perulangan hampir bersamaan waktunya baik ketetapan bulan dan maupun matahari, 1430 Hijriah, 2009 Masehi.
Selamat menetapkan patokan baru.
Senin, 01 Desember 2008
Yang Menyelamatkan Hidup
Beberapa waktu lalu, saya iseng membuka Youtube untuk melihat tayangan Kick Andy ketika membahas mengenai novel Laskar Pelangi. Tujuan melihat tayangan ini hanya ingin menyimak kembali bagaimana cerita mengenai isi novel tersebut secara langsung dari pengarangnya. Secara keseluruhan tayangan ini begitu menyentuh hati serta memberikan sarat makna. Dan ternyata memang terbukti sekarang, sejak tayangan tersebut, novel tersebut langsung melejit dan sepertinya akan menjadi sejarah baik untuk sekarang maupun masa yang akan datang.
Secara keseluruhan dari awal sampai akhir tayangan, saya melihat secara seksama seluruh acara yang ditayangkan, dan ternyata terselip sesuatu yang lain yang memiliki makna besar bagi saya selain mengenai novel Laskar Pelangi itu sendiri, yaitu komentar dari bintang tamu di acara tersebut, Gede Prama. Kira-kira di tengah acara, Gede Prama memberikan komentar mengenai fenomena novel ini dari kacamata lain, yakni tentang menulis. Gede Prama mengatakan bahwa ia pernah menemukan suatu tulisan yang bermakna ketika masih muda, dan tulisan tersebut ia ungkapkan di acara tersebut. Ia berkata bahwa yang menyelamatkan hidup bukan pendidikan, melainkan keterampilan. Dan ia memiliki keinginan dan harapan yang kuat untuk mengasah terus keterampilan yang ia senangi untuk dikembangkan, yaitu menulis, maka ia terus mengasah diri dalam hal menulis, dan setelah ratusan kali tulisannya ditolak, akhirnya dimuat di beberapa majalah dan koran, dan saat ini, kita ketahui tulisannya tersebar di mana-mana mulai dari majalah, koran, buku, jurnal dan sebagainya. Hal inilah yang ia percayai bahwa keterampilan menyelamatkan hidupnya sampai sekarang.
Benar juga apa yang dikatakan oleh Gede Prama, bahwa keterampilan merupakan ‘penyelamat’ dalam hidup ini, dalam artian bahwa pendidikan bukan tidak penting, melainkan pendidikan adalah penunjang untuk menghasilkan keterampilan. Tengok saja di mana-mana dalam hidup ini yang dibutuhkan adalah keterampilan, misal keterampilan mengajar, keterampilan negosiasiasi , keterampilan dalam membuat laporan, keterampilan berolahraga, keterampilan berkomunikasi, keterampilan computer, bahkan strategi pun termasuk ke dalam keterampilan.
Di dunia kerja pun demikian, jika kita memiliki keterampilan yang tidak dimiliki oleh orang lain, maka kita menjadi pekerja penting di lingkungan kantor atau tempat kerja kita berada. Pekerja berprestasi biasanya memiliki keterampilan lebih diantara rekan-rekannya, sehingga ia akan menjadi bintang di tempat kerja. Nah, bagaimana caranya agar kita memiliki keterampilan yang mumpuni, jawabannya cukup sederhana, bahwa keterampilan tersebut harus diasah terus menerus tanpa henti dan dilakukan secara konsisten, penuh determinasi, tentunya dengan keyakinan, terus belajar dari kesalahan serta ditunjang dengan ilmu.
Rabu, 26 November 2008
Manfaat
Saat ini sudah tidak aneh lagi, jika akan melangsungkan pernikahan atau khitanan maka undangan akan disebar terlebih dahulu, baik itu ke sanak saudara, ke tetangga maupun ke rekan-rekan yang dikenalnya. Bentuk undangan yang diberikan bermacam-macam, mulai dari yang termurah sampai dengan yang termahal, tengok saja, dengan bentuk undangan yang dikirimkan, ada yang bentuknya besar, kecil, unik, menarik, ekslusif dan macam-macam. Dari bentuk undangan yang dikirimkan, kita dapat mengetahui status orang yang mengirimkan undangan tersebut, jikalau undangan bentukya ekslusif, maka dapat dikatakan ia orang punya uang lebih untuk membuat undangan, dalam artian ia berharta.
Undangan dalam bentuk cetakan saat ini telah menjadi suatu keharusan ketika akan melangsungkan acara pernikahan. Apalah kata orang nanti, jika undangan hanya diucapkan saja. Oke lah, untuk keluarga masih berlaku undangan dengan ucapan, namun untuk rekan kerja, rekan bisnis, penggede alias pejabat dan lainnya undangan tentu harus dalam bentuk cetak.
Sekarang memang sudah ngetren di perkotaan undangan menggunakan media elektronik, semisal e-mail, facebook, buat sendiri web pernikahan dan sebagainya, tapi tetap saja dasar polanya dari desain yang akan dicetak. Nah, sebenarnya apakah tidak mubazir cetakan yang telah dibuat serta telah di desain dengan bagus nantinya akan dibuang begitu saja..Terlebih jika bentuk undangannya begitu ekslusif, paling ‘pool’ juga dijadikan sebagai bahan referensi untuk membuat undangan, setelah itu ke keranjang sampah juga akhirnya.
Bukan berarti mengurangi rasa hormat kepada siapapun yang telah membuat udangan dengan bentuk cetakan yang menarik, namun alangkah baiknya undangan cetakan itu dipikirkan juga berguna setelahnya.Yang menarik, beberapa waktu yang lalu, di kampung halaman, saya kembali menemukan undangan yang begitu sederhana, yaitu berbentuk kipas dari bambu, dan undangannya hanya copy-an sederhana di tempelkan di kipas tersebut. Melihat bentuknya membuat saya tersenyum, kok ada undangan bentuknya seperti ini, namun setelah dipikirkan lagi, ternyata undangan ini luar biasa. Udangan ini memiliki manfaat setelahnya. Teringat setahun lalu sebelumnya saya juga melihat undangan dalam bentuk korek api

Kamis, 30 Oktober 2008
3000
Di tempat kedatangan, seperti di bandara, stasiun kereta, stasiun bis, terminal angkot, setelah melakukan perjalanan pastilah ada yang menyambut kita ketika sampai di tempat tersebut. Jikalah kita datang dari jauh, tentulah saudara dekat akan menyambut dengan cara menjemput, misal ketika datang dari luar negeri, datang dari kota yang jauh di luar pulau atau lainnya. Namun jika kita simak lagi, banyak sekali penjemput-penjemput lainnya yang ingin sekali mengantarkan kita ke tempat tujuan, misal, di Bandara, banyak sekali ‘penjemput’ yang siap menyambut kita, tengok saja ada supir taksi, supir mobil omprengan dan lainnya. Di stasiun kereta api pun demikian, banyak taksi maupun ojek siap ‘menjemput’ kita. Kemudian di stasiun bis, ada taksi, angkot, becak, bemo, ojek dan lainnya juga siap ‘menjemput’ kita. Dan tentunya penjemput yang disebutkan belakangan rela mengantarkan kemanapun tempat yang dituju asal kita dapat membayar mereka dengan harga yang pantas.
Saya sendiri karena keluarga masih di kampung halaman, hampir tiap minggu menggunakan kereta api menuju Cirebon, kemudian dari stasiun tersebut, perjalanan akan diteruskan sampai ke kampung. Dengan menggunakan kereta api setiap minggu pastilah di stasiun akan bertemu para ‘penjemput’ yang dengan sungguh-sungguh mengantarkan saya dari stasiun ke tempat yang ingin dituju.
Ketika keluar dari stasiun kereta api, biasanya di mulut jalan keluar telah berjejal ‘penjemput’ yang begitu antusias meminta agar mereka dijadikan penjemput oleh kita, mulai supir taksi, tukang ojek, tukang becak sampai dengan sopir mobil omprengan, saking antusiasnya, seringkali terjadi ‘kemacetan’ manusia di tempat keluar tersebut.
Kebetulan hari itu saya akan dijemput (arti sesungguhnya), karena waktu kedatangan larut malam kemudian kendaraan ke kampung halaman akan sulit didapat di malam hari. Di lorong tersebut, saya beberapa kali menolak ‘penjemput’ yang menawarkan kendaraannya, beberapa tukang becak menawarkan jasanya dengan sungguh sungguh bahkan dengan nada memaksa.
Setelah beberapa belas meter berjalan keluar, ada seorang tukang becak yang terus menerus mengikuti dan menawarkan jasanya. Usianya kira-kita udah 60 tahunan, hal ini terlihat dari raut wajah serta badannya yang kelihatan sudah tidak muda lagi, dan banyak kerutan di sana sini. Saya tetap terus menolak jasanya dan dikatakan saya akan dijemput, namun ia bertahan dan terus berjalan mengikuti langkah saya, sampai ia keluarkan kata “Gak apa-apalah mas tiga ribu aja, saya anterin,” ujarnya membujuk, namun tetap saya berjalan hingga akhirnya ia pun pergi. Setelah berjalan berpuluh langkah ke depan, saya berhenti memikirkan hal yang baru saja diucapkan pak tua tadi, dan langsung berpaling, ingin rasanya memberikan sejumlah uang yang pak tua tadi sebutkan, bukan maksud sombong dan merasa banyak uang, namun hanya ingin membantu, sepertinya ia benar-benar kesulitan, sampai rela dibayar 3000 ke mana pun arah yang mau di tuju, namun niat itu tidak kesampaian karena ia telah menghilang kembali mencari jemputan lain dalam keramaian stasiun.
Dipikirkan lebih mendalam, betapa hidup ini begitu berarti, karena di luar banyak sekali sesuatu yang benar-benar membuat kita berpikir bahwa kita memiliki banyak hal yang telah diberikan oleh-Nya.
Ternyata, di tempat manapun, terdapat banyak pelajaran yang berharga bagi hidup ini.
Kamis, 16 Oktober 2008
Merasakan

Praktis

Selasa, 07 Oktober 2008
Terbagi
Begitulah ia,
Tercipta ketika terbagi,
Terbagi kepada siapapun, kepada apapun
-----
Hal itu terasa,
Terasa ketika ia terbagi…
Kepada siapapun, kepada apapun
----
29 atau genap 30,
Semua untuk mengejar dan memperoleh,
Suatu predikat. Predikat yang hanya dapat diukur oleh-Nya
----
Di akhir...
Semua terasa indah dan lengkap,
Biru jika merasa menggapai predikat
----
Jikalah rasa saja sudah indah kala menggapai predikat,
Bagaimana kalau ia dibagi,
Ya ....dibagi
----
Rasa itu dibagi,
Kepada siapapun dan apapun,
Bila ia terbagi, maka Bahagia terpendar
----
Bagilah bahagiamu,
Bagilah bahagiamu,
Agar bahagiamu menjadi nyata.....dan tercipta
----
Bagilah bahagiamu di hari nan fitri itu kepada siapapun dan apapun,
Karena..
Kamipun akan rasa bahagiamu
----
----
Selamat merayakan kebahagiaan,
Ied nan fitri
Hilman
Minggu, 31 Agustus 2008
Samakah kakekku dengan anakku ?

Sama,
Barang tentu mereka sedarah, ia sama darahnya. Mata, hidung, kulit, gigi, dan segala yang ada ditubuh adalah buyut cicit.
99 tahun dan 1 tahun merupakan paduan yang sempurna. Buyut cicit. Buyut karena ia adalah kakekku, ayah bapak ku. Cicit karena ia adalah anakku, cucu bapak ibuku.
Sama,
Buyut sedang meraih hidup yang sempurna, cicit sedang membangun hidup yang sempurna.
Sama,
Buyut sedang menyelaraskan inderanya dengan alam, cicit sedang menyelaraskan inderanya dengan alam.
Sama ,
Buyut sedang menyeimbangkan badannya dengan alam, cicit sedang menyembangkan badannya dengan alam
Sama,
Buyut sedang berusaha memijakkan dan menyeimbangkan kakinya dengan alam, cicit sedang berusaha memijakkan dan menyeimbangkan kakinya dengan alam
Cicit, kecilku menyelaraskan, menyeimbangkan segala ada di dalam dirinya dengan alam. Sekarang ia telah mulai melangkahkan kakinya sambil membetangkan tanganya menuju ke depan, tanpa henti. Untuk menyeimbangkan dirinya dengan alam…
Nak, selalulah kau imbangi alam ini dengan dirimu…
Layaknya buyutmu yang telah menyeimbangi alam ini selama 99 tahun.

Minggu, 24 Agustus 2008
Debu
Terburu-buru saya mengejar untuk bertemu seseorang yang sangat penting, sehingga setelah ada kerjaan kantor yang sudah kelar di Cibubur, langsung menuju tempat yang telah disepakati. Ngobrol dengannya berkaitan dengan proyek besar.
Yunus, ya Yunus yang akan saya temui sore ini. Ia sangat, sangat penting bagiku.
Tentu di sebuah tempat ngopi yang kita sepakati. Rencananya, ia akan menceritakan mengenai proyek yang telah diselesaikan, dan katanya ia akan teruskan mencari proyek-proyek yang lain.
Datang pukul 14.00, tepatnya di sebuah mall yang besar, di sudut tempat kopi. Jangan kau pikirkan kedai kopi biasa yang saya kunjungi. Ini kedai kopi yang sekarang lagi menjamur di kota besar. Yang tukang kopinya jika menyapa kita campur bahasa Inggris, dan bukan tukang kopi lagi sekarang namanya, tapi Barista katanya. Tak apalah, saya ketemuan di tempat ngopi modern seperti ini, demi menghormati temanku yang benar-benar penting. Saat di tempat ngopi, celengak celinguk mencari temanku itu, tapi ternyata ia belum tampak. 15 menit saya tunggu, ia tetap belum juga tampak. Ia hanya ngomong sebelumnya, “Tak mungkin kau hubungi aku dengan HP, mustahil”. Ya sudah, saya pasrah saja tanpa bisa menghubunginya.
Tidak tahan menunggu, sehingga saya memutuskan pesan dulu kopinya, toh nanti kalo ia datang, ia juga akan pesan kopinya. Bukannya egois, hanya untuk duduk terlebih dahulu agar tidak pegel, karena dengan pesen kopi, saya bisa duduk. Mana ada sih di kota sekarang yang gratis untuk duduk, apalagi duduk di kursi empuk, pake AC, menghirup aroma Arabica murni sambil liat yang seger-seger lewat. Saya pesen Mochacino panas, “Large”, ujarku mantap. Terbayang aroma Arabica di campur dengan coklat dan susu pilihan.
Sudah selesai mas, silakan diambil, ujar om Barista. Harumnya mendesak hidung langsung menuju saraf perasa.
Dan saya baru sadar, hari ini kan hari Minggu, pantesan tempat ini penuh, tak keliatan satu sofa pun yang kosong. Syukurlah, akhirnya aku menemukan tempat buat duduk, sayangnya di luar. Tak ada pilihan lain, aku pun keluar memilih tempat duduk yang bisa untuk berdua. Mudah-mudahan Yunus sudi duduk diluar. Duduklah saya di kursi yang bukan sofa, namun kayu. Walau bukan sofa, ergonomis juga kursinya. Udara di luar terasa bersliweran, dan beberapa mobil ada yang lewat di pinggir saya, karena memang letak tempat duduknya pas di lobi pinggir area depan mall.
Akhirnya ia datang, ya Yunus datang dengan pakaian khusus seperti biasanya, seperti orang Bangladesh umumnya, menggunakan rompi tipis warna krem. “Ah, kau datang juga temanku, saya pesankan kopi ya?”, Ujarku. Ia menggeleng, “Gak usah repot, dan juga kau kan tahu aku gak bisa minum jika kondisinya seperti ini. “Sudahlah, kau kan mau dengar aku sharing, tahukah kau, proyekku dimulai ketika itu aku melihat kemiskinan melanda Bangladesh, aku benar-benar merasa hampa, karena sebagai dosen di Bagladesh aku sulit mengajarkan teori ilmu ekonomi canggih di tengah-tengah Bangladesh yang diliputi kemiskinan…”
Saya syok, setelah 1 menit kurang, tanpa disadari tak sengaja saya sentuh permukaan buku ini, ternyata penuh dengan butiran halus dan kasar, penuh dengan debu, dan tanpa mempedulikan Yunus aku coba buka satu halaman lagi dan menunggu selama 1 menit, ternyata benar, debu cepat menempel di permukaan buku.
Panik. Dalam waktu yang cepat debu datang tanpa diundang.
Langsung saya sruput Mochacino yang tersisa yang sepertinya telah tercampur debu, bergegas masuk ke dalam mall meninggalkan Yunus yang hanya melongo, melihat kepergian saya. Sori bos, nanti kita lanjutkan ngobrolnya di kosan, aku tutup dulu ya.
Weleh, sudah parahkan alam ini, ujarku dalam gegas.
[Sesaat setelah menunda membaca buku “Menciptakan Dunia Tanpa Kemiskinan” karya Muhammad Yunus, peraih Nobel Perdamaian 2006]
Jakarta, 24 Agustus 2008. Hill

Selasa, 19 Agustus 2008
OBOR

Sekitar 15 tahun lalu, diri inilah yang ditonton, berbaris, meneriakkan yel-yel yang membangun serta menghibur bagi siapa saja yang menonoton dan yang dilewati. Setiap yang terlewati terpaku, tersenyum bahkan ada meneriakkan kembali apa yang kami teriakan.
Inilah kegiatan malam menjelang 17 Agustus.
Saat ini, tanpa terasa, setelah begitu lama tidak datang ke tempat kelahiran, di malam 17 Agusutus, sayalah yang menonton, melihat mereka berbaris, meneriakan yel, serta bergaya sambil membawa sesuatu yang berharga, OBOR SEMANGAT.
Sama seperti saya, bagi kebanyakan orang pun, sepertinya malam itu merupakan suatu hiburan belaka, melihat pawai obor berjejer memanjang bak aliran lava tanpa henti. Namun setelah beberapa waktu ketika pawai masih sedang berjalan, saya mulai beralih melihatnya dari segi lain.
Melihat yang ditonton oleh penonton. Melihat apa yang sebelumnya saya tidak pernah lihat dan pikirkan.
Entah siapa penggagas kegiatan seperti ini, pastilah ia atau mereka menginginkan sesuatu persembahan yang berharga bagi 17 Agustus serta yang berjuang untuknya. OBOR SEMANGAT, mungkin itulah yang mereka harap dari kegiatan ini, untuk terus memperjuangkan apa yang selayaknya diperjuangkan bagi bangsa ini. Semangat yang tidak padam di tengah jalan, semangat yang terus menyala, mengibarkan apa yang selalu di cita-citakan oleh Negara ini.
Semangat untuk terus menghalau pesimis yang selalu didengungkan media akan bangsa ini. Semangat menghancurkan keletihan jiwa raga yang kadang mengendap dalam diri.
Begitulah ia, OBOR SEMANGAT yang ingin dikobarkan dan selalu dikobarkan setiap tahun menjelang 17 Agustus, mereka faham, perlunya manusia selalu diingatkan.
Dan dari diri inilah semangat dimunculkan. Mudah-mudahan dengan dimulai dari diri ini, kita dapat memberikan kontribusi bagi Negara walau hanya sedikit. Walau hanya sedikit.
Dirgahayu bangsaku, dirgahayulah ibu pertiwi.
63.
Selasa, 22 Juli 2008
Mendengarkan
Ketika saya mengalami kesulitan berkenaan dengan kehidupan ini, tak ada tempat lain yang saya ajak bicara melainkan seorang sahabat.
Hanya ada segelintir sahabat yang saya miliki, selebihnya adalah teman.
Ketika kepala mumet memikirkan sesuatu hal, baik itu mengenai pekerjaan, keluarga atau yang lainnya. Saya akan mengontak sahabat saya ini untuk sekedar ngobrol saja untuk sharing mengenai kehidupan.
Pernah saya kesulitan dalam hal pekerjaan dan ia hanya mendengarkan, kemudian mendengarkan, selanjutnya mendengarkan dan akhirnya sedikit menjawab, “Memang kadang terdapat pekerjaan yang sulit, namun jalannya adalah dikerjakan saja”, ujarnya. Jawaban yang sebenarnya sudah saya ketahui tanpa harus bertanya. Namun dengan jawaban tersebut saya merasa lebih tenang dan siap untuk melangkah lagi.
Dan ternyata saya sedikit menangkap pelajaran dari hal ini, bahwa ketika terdapat teman kita yang mengalami kesulitan atau masalah atau apapun, kita dapat membantu dengan hanya mendengarkan dengan empati.
Rabu, 16 Juli 2008
Perjalanan
Komunitas atau pribadi yang berkecimpung di dunia pelayanan barang tentu sudah tahu bahwa salah satu contoh tentang pelayanan yang terbaik yang selalu didengungkan adalah Singapore Airlines (SQ). Memang banyak hal yang menjadikan SQ sebagai salah satu barometer dalam pelayanan yang baik, mulai dari ketepatan waktu pemberangkatan, fasilitas yang diberikan, sistem yang baik serta kemampuan SDM nya yang handal di seluruh dunia.
Namun kita ketahui bahwa perusahaan penerbangan yang lain pun tidak ketinggalan dan bahkan sama dengan SQ atau mungkin lebih mengungguli. Salah satunya adalah Emirates. Perusahaan penerbangan ini mulai memperlihatkan kinerja luar biasa, hal ini disebabkan karena memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggannya. Tengok saja fasilitas yang diberikan oleh Emirat untuk kelas First Class nya, terdapat widescreen entertainment, kemudian flat bed massage seat, personal mini bar dan sebagainya. Dengan memberikan fasilitas luar biasa ini, Emirates semakin menjadi perusahaan penerbangan yang menorehkan kinerja luar biasa. Lihat saja janji mereka, “Now the Journey is The Destination”. Anda akan dilayani sampai benar-benar lupa bahwa Anda sedang melakukan perjalanan jauh.
Langganan:
Postingan (Atom)